Thursday, 31 December 2015
Mari Mengenang 2015
Bulan terakhir di 2015.
Ngga terasa ternyata kita udah berada di penghujung tahun. Biasanya sih postingan di waktu-waktu ini jadi ajang buat merefleksikan diri selama setahun ke belakang. Mencoret berbagai agenda di list resolusi. Walau gue sendiri ngga pernah tuh yang namanya bikin resolusi tahunan.
Buat manusia super santai seperti gue, semuanya gue biarkan mengalir aja dibawa arus, kayak ABG labil.
Okelah, daripada bingung mikirin resolusi tahunan yang ngga pernah ada, mending gue bahas beberapa hal yang terjadi selama tahun 2015 ini.
Sunday, 20 December 2015
Ocehan tentang BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan.
Gue yakin kalian udah pada tau kepanjangan dari BPJS Kesehatan. Iya kan? Tapi gue juga yakin mayoritas dari kalian belum pernah menggunakan layanan ini secara intens. Beda sama gue yang hampir tiap bulan memanfaatkan BPJS Kesehatan *bangga*.
Oke, sebagai satu-satunya anak muda pengguna rutin BPJS Kesehatan, gue akan coba membahas seputar BUMN yang satu ini. Anyway, biar ngga ribet nulisnya dan kalian ngga capek bacanya, istilah “BPJS Kesehatan” bakal gue singkat jadi “BPJS” aja ya.
Semua info yang akan dibaca adalah hasil perbincangan gue sama berbagai kalangan, mulai dari petugas BPJS, orang Puskesmas, admin RS, dokter, perawat, kasir, apoteker sampe pasien BPJS lain. Kalo emang ada yang salah atau ada revisi peraturan bisa hubungi gue lewat kontak yang tersedia.
Baiklah, mari kita mulai.
Saturday, 12 December 2015
Salah Paham Berseragam
Gue agak kaget ketika melihat sebuah tayangan di televisi. Saat itu pemandangan yang tersaji adalah sekelompok pengendara ojek online sedang mengacak-acak salah satu mall di Jakarta. Permasalahannya emang lumayan pelik. Salah satu pengendara ojek meninggal ditusuk oleh juru parkir mall tersebut.
Kejadian di mall itu bisa dikatakan brutal abis. Ratusan pengendara ojek berseragam datang berbarengan sambil teriak-teriak ke segala arah. Ada di antara mereka yang berjalan sambil mengacungkan senjata semacam bambu atau balok kayu.
ngeri |
Orang-orang jelas pada panik ngeliat ini gerombolan barbar ini. Yang bawa anak langsung kelimpungan melindungi anak-anaknya. Pemilik toko buru-buru menutup lapak mereka. Nassar KDI tiba-tiba berubah jadi macho.Pengunjung yang lagi pada ngumpul segera membubarkan diri. Iya lah, siapa yang ngga resah ngeliat segerombolan mahluk berjaket hijau datang sambil mengacau.
Tuesday, 17 November 2015
Sekilas Info tentang Jurusan Sistem Informasi
"Ah, cemen lo. Kuliah ngambil Sistem Informasi, tapi ngga bisa buat program."
Oke, gue emang cemen. Ngga jago bikin-bikin program. Tapi jangan karena hal itu orang-orang jadi salah kaprah tentang jurusan Sistem Informasi. Dalam kesempatan kali ini, biar gue beri sedikit penjelasan ya agar kesalahpahaman tadi ngga berlarut-larut.
sumber |
Sunday, 8 November 2015
Bertafakur di Dipati Ukur
<---Cerita sebelumnya
Anjis, udah jam tiga pagi.
Padahal wisuda si Pengkang bakal berlangsung di pagi hari. Bisa gawat nih kalo telat datang dan ngga ketemu sama dia. Soalnya itu merupakan salah satu agenda wajib kehadiran kami di Bandung. Lalu akhirnya gue berusaha keras untuk tidur, tapi tetap aja sulit.
Kamar si Otong emang bukan didesain buat kapasitas empat orang. Ini menjadi satu kesulitan tersendiri. Ya, menentukan posisi tidur. Tapi berhubung gue lumayan ahli dalam bidang penempatan ruang, maka gue ditugaskan untuk mengatur posisi tidur.
Tentunya ngga gue sia-siakan kesempatan ini. Gue secara sepihak langsung meng-klaim tempat di kasur. Berdua sama Harcuk. Sedangkan Bos Onta dan si Otong tidur di lantai dengan beralaskan selimut dan sajadah. Nggak tega sih sebenernya, Otong sang pemilik kamar malah harus tidur di lantai. Maap yak, Tong.
Menggelosor di Jatinangor
Nanti berangkat jam berapa?
Sebuah chat masuk dari Bos Onta ketika gue baru aja sampai di rumah. Gue melirik ke arah jam tangan gue. Jam satu. Terlalu cepat kalo pergi jam-jam segini. Lagian perjalanan siang bakalan kurang bersahabat, mengingat terik matahari yang menyengat. Setelah gue pikirin masak-masak, gue lantas membalas chat dari Bos Onta.
Jam tiga aja, Bos. Ketemu di Plaza Depok yak.
Oke
Rabu, 4 November 2015
Hari itu gue udah janjian sama Bos Onta dan satu orang teman gue lainnya, Harcuk. Kami berencana mengunjungi prosesi wisuda seorang kawan pada keesokan harinya. Sebut saja namanya Pengkang. Wisudanya sendiri diadakan di sebuah kampus negeri di daerah Dipati Ukur, Bandung.
Yap, gue dan dua makhluk mesum itu akan melakukan perjalanan ke Bandung. Tapi berhubung ketiadaan penginapan di Bandung, maka kami menuju ke Jatinangor terlebih dulu untuk bermalam di tempat si Otong.
Jujur aja, pas kemarin Bos Onta mengajak gue buat ke Bandung, gue langsung menerima tawaran itu. Alasan utama adalah untuk penyegaran. Sebab belakangan ini kepala gue udah mulai panas mikirin perkuliahan dan masa depan bangsa. Gue butuh piknik agar tetap waras. Bahkan agar lebih menghayati, di perjalanan kali ini gue sengaja ngga membawa HP sendiri, melainkan merampok HP punya adek gue untuk berkomunikasi.
Friday, 30 October 2015
Teruslah Merokok
“Pak, rokoknya tolong dimatiin ya.”
Terdengar suara bapak-bapak memecah keheningan di angkot yang gue tumpangi. Bukan, bukan gue yang ditegur. Melainkan seorang bapak yang sedang asyik merokok di dekat pintu. Dari awal sebenarnya gue juga udah risih sama ini orang. Di angkot yang penuh sesak, dengan santainya dia menikmati asap terkutuk itu.
Kalo dia sendiri yang menikmati sih ngga apa-apa, tapi masalahnya asap rokok dia itu memenuhi seluruh penjuru angkot. Yang paling kelihatan terganggu adalah mbak-mbak kantoran yang duduk tepat di sebelah perokok itu. Sepanjang perjalanan ngga terhitung berapa kali dia terbatuk-batuk.
Selain si mbak-mbak kantoran, ada juga seorang ibu-ibu yang duduk di depan perokok itu. Dia sibuk menutupi wajah anaknya menggunakan saputangan. Berusaha biar asapnya ngga mengganggu pernafasan si anak. Sesekali si ibu menatap tajam ke arah bapak perokok dengan pandangan membunuh.
Wednesday, 21 October 2015
Hening yang Lebih Sunyi dari Kesendirian
Lewat desau angin yang membelai hangatnya senja, biar kubisikkan sepenggal pertanyaan tentang penuhnya sebuah kekosongan.
Apa kabar, kamu?
Masih samakah keadaanmu sekarang dengan kamu pada sore itu? Seberkas sore dalam sebuah taman yang di bawah langitnya kita duduk berdampingan. Di mana udara sekitar kita semarak dengan parfum beraroma teh milikmu yang semerbak. Sore tatkala sepasang kursi yang berkarat menyaksikan bahwa kita pernah begitu dekat. Erat dan lekat.
Sore yang sayangnya jadi kali terakhir kita saling bertukar ucap dan beradu tatap.
Ada sedikit rasa sesal soal mengapa aku tak memberimu dekap paling gegap sebelum kamu lenyap. Secuil kecewa karena aku hanya sempat beberapa waktu menggenggam tanganmu sebelum kamu berpaling menjauh.
Dan sekarang, kamu hilang.
Lekas bergegas menerabas batas yang bias.
Namun sekarang, aku datang.
Kembali, demi menikmati semua memori. Seorang diri.
Sunday, 18 October 2015
Teralienasi
Gue dianggap aneh.
Setidaknya ini yang terlihat dari sikap mereka terhadap gue. Mereka yang gue maksud adalah teman-teman gue di kampus yang sekarang. Sering kejadian, saat gue dateng, suasana mendadak awkward. Yang tadinya penuh tawa, jadi hening seketika. Saat gue menyapa, ngga ada kehangatan yang terasa. Segalanya serba canggung.
Kejadian itu memaksa gue buat menginstropeksi diri. Yang lalu memunculkan satu gagasan; ini disebabkan lingkungan tempat gue berada. Dari SD, SMP, sampai SMA gue selalu belajar di sekolah negeri. Bahkan kampus lama gue juga kampus negeri. Favorit pula. Tapi sekarang, gue harus dihadapkan pada kenyataan untuk berkuliah di kampus swasta. Gue nggak tau apa hal itu berkaitan atau nggak, tapi yang jelas gue merasa kesulitan bersosialisasi di sini.
Friday, 9 October 2015
Tak Terduga
Suatu malam di bulan Oktober. Hujan baru saja turun kala itu, membuat udara malam terasa dingin menusuk tulang. Saya sedang duduk di halte dekat kantor, menunggu bis untuk pulang ke rumah. Sembari menunggu saya coba mengedarkan pandangan ke sekeliling guna menghilangkan rasa jenuh. Sesaat perhatian saya tertuju pada sesosok bapak tua yang sedang membawa kantong plastik berwarna hitam.
Bapak tua itu duduk di trotoar sambil mendekap kantong plastik itu di dadanya. Wajahnya terlihat sangat lelah. Tubuhnya tampak ringkih dan tersandar di sebuah pohon. Matanya menatap kosong pada keramaian di depannya. Sesekali ia mengusap wajah guna menghilangkan kantuk.
ilustrasi sumber gambar |
Saya cukup lama mengamati bapak tua itu. Entah kenapa sosoknya terlihat sangat mencolok di mata saya. Karena penasaran, saya coba menghampiri bapak tua itu dan mengajaknya untuk berbincang.
Sunday, 4 October 2015
Dua Puluh Dua
Dua puluh dua.
Angka yang menunjukkan jumlah tahun yang berulang selama gue hidup. Ya, di awal Oktober kemarin gue merayakan ulang tahun ke-22. Ga ada yang sadar kan? Iya lah, gue aja hampir lupa.
Gue sengaja menyembunyikan tanggal lahir gue dari semua sosial media. Merasa berdosa sama mereka yang sebetulnya ga peduli-peduli amat, tapi harus mengucapkan ‘Selamat Ulang Tahun’ ke gue. Cuma karena notifikasi di Facebook atau Google+. Tau kan? Tipe-tipe orang yang mengucapkan ulang tahun cuma dengan:
“hbd y”
“SUT”
“met milad”
“pibesdey”
Ada apa sih dengan mereka?
FYI, spesies macam tadi itu masih ada. Gue sempat buka Facebook tempo hari buat share tulisan di blog ini. Terlihat teman-teman gue yang berulang tahun mendapatkan serangan ucapan kayak gitu. Buat gue, lebih bagus jika mengucapkan lewat jalur pribadi. Kalo ga telepon ya seminimalnya SMS. Terkesan lebih tulus dan personal. Walau balik lagi ke individu masing-masing sih.
Oke, kembali ke topik utama.
Jaman bocah dulu, gue senang banget kalo udah mau ulang tahun. Sampai kadang ga bisa tidur saking bahagianya. Kepingin cepat-cepat dewasa. Penasaran rasanya jadi orang dewasa itu seperti apa.
Tapi itu dulu.
Makin ke sini, jujur gue makin males merayakan. Setiap angka yang tertera di kue ulang tahun seakan jadi pengingat kalo gue tambah tua. Dan pemikiran gue tentang orang dewasa yang ‘keren’ dan ‘menyenangkan perlahan berubah menjadi ‘kere’ dan menyeramkan’.
Bicara soal dua puluh dua, satu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan gue pada ulang tahun kali ini adalah; tertinggal.
Tertinggal dari banyak hal. Soal lulus dan wisuda, jelas. Kalo ini sebenarnya udah terjadi dari 2014 kemarin. Saat teman-teman gue yang ngambil pendidikan D3 udah pada lulus. Sekarang, mayoritas udah pada kelar kuliah, termasuk yang S1. Tinggal beberapa aja yang masih harus nunggu jadwal wisuda.
Tertinggal soal kemandirian. Mereka yang udah pada lulus, otomatis langsung memasuki dunia kerja. Bekerja berarti memiliki pendapatan. Terlepas dari besar atau kecilnya gaji yang mereka terima, mereka udah menang dari sisi finansial. Mereka jelas lebih mandiri dari gue yang masih menabung uang dari orangtua.
Tertinggal soal asmara. Bukan, bukan cinta-cintaan cemen yang mau gue bahas. Soal yang lebih serius. Pernikahan. Yap. ada beberapa teman gue yang udah menikah di usia yang terbilang muda. Mayoritas cewek memang. Teman cowok yang udah menikah baru segelintir, itupun kebanyakan adalah anak Rohis. Ga tau apa hubungannya, tapi itulah yang terjadi.
Tertinggal soal kedewasaan. Poin ini justru gue dapat dari teman gue yang masuk kategori ‘suram’. Teman-teman gue buat tolol-tololan dan terkesan ga punya masa depan kini berubah jadi lebih dewasa. Lebih memikirkan rencana-rencana ke depan. Berpikir masalah karier, berumah tangga, cicilan rumah, kredit kendaraan dan sebagainya. Sedangkan gue? Pikiran gue mentok cuma agar semester ini nilai ga ada yang jelek, minimal B lah.
Syarat untuk mendapat nilai B atau mungkin A adalah harus belajar keras kan? Tapi itu pun ga menjamin. Kadang kita udah belajar dengan giat, namun ada aja kejadian yang tak terduga, keterlambatan misalnya.
Saat di mana kita terlambat memasuki ruang ujian, terburu-buru menyiapkan peralatan, lalu benar-benar mulai berkonsentrasi ke soal-soal ujian. Kemudian terlihat satu persatu orang-orang mulai beranjak dari kursi dan mengumpulkan lembar jawaban. Sementara lembar jawaban kita masih terisi sedikit. Sangat sedikit. Kita pun harus berkejaran dengan waktu yang semakin sempit.
Lalu apa yang kita rasakan? Yap, tertekan.
Gelisah mulai menyelimuti. Tangan sudah terasa basah berkeringat. Hafalan materi seolah lenyap begitu aja. Hanya karena melihat teman-teman kita mengumpulkan lembar jawaban mereka lebih dulu.
Keadaan tertekan seperti itu sedikit banyak gue rasakan sekarang. Bukan dari keluarga, mereka sih mendukung penuh apa-apa yang gue kerjakan. Bukan dari teman-teman, mereka ga akan mempermasalahkan latar belakang gue, yang penting kumpul. Bukan juga dari lingkungan sekitar, mereka bahkan ga peduli sama yang terjadi di sekeliling mereka.
Tekanan itu datang justru dari diri gue sendiri.
Jika dikaitkan sama kejadian telat ulangan tadi, maka gue udah mulai panik melihat keadaan sekitar.
Panik karena mereka udah selesai mengerjakan, gue belum. Lembar jawaban gue bahkan baru terisi seperempatnya.
Panik karena para pengawas sudah terlihat ngga sabar menunggu.
Panik karena gue tertinggal, hanya tinggal sendirian mengerjakan soal-soal ini.
Gue panik dan tertekan karena ulah gue sendiri yang bisa-bisanya telat di saat ujian.
Dan andai aja keadaan gue sekarang bisa dianalogikan dengan momen terlambat ujian itu, gue pasti berusaha sekuat tenaga supaya bisa mengendalikan diri. Berupaya lebih tenang agar bisa berpikir jernih. Coba menjawab semua pertanyaan dengan benar. Kemudian mengumpulkan lembar jawaban sebelum waktu ujian berakhir.
Dan semoga nanti gue mendapatkan hasil yang sempurna.
“I don't know about you
But I'm feeling 22
Everything will be alright”
Friday, 2 October 2015
Lava Cake
Pandanganku sepenuhnya terpusat pada seorang wanita yang duduk di hadapanku. Ia terus bercerita dengan sangat ekspresif. Matanya berbinar memancarkan semangat yang meluap-luap. Tangannya menari-nari memeragakan setiap kata yang diucapkannya. Aku masih terdiam memperhatikan sambil mencondongkan tubuhku ke arahnya. Sesekali aku tersenyum melihat raut wajahnya yang sangat menggemaskan.
“Permisi.”
Obrolan kami terhenti ketika seorang pelayan datang menghampiri. Pelayan itu mulai menghidangkan pesanan di atas meja. Sesaat perhatianku tertuju pada dua piring kue berwarna coklat kehitaman berbentuk kerucut.
“Jadi ini yang namanya lava cake?” tanyaku.
“Iya, cobain deh. Enak loh.”
Monday, 28 September 2015
Catatan di Tahun Kedua
Hari di mana tulisan ini dibuat menandakan tepat dua tahun gue menjalani perkuliahan di kampus UFO.
Dua tahun lalu, gue masih menjadi seorang mahasiswa culun. Menuruti apa-apa saja yang diinfokan oleh panitia Ospek.
Disuruh pakai setelan putih-hitam, gue turuti.
Disuruh mencukur rambut sampai botak, gue cukur.
Disuruh buat perintilan Ospek, gue bikin dengan sebaik mungkin.
Disuruh datang ke acara puncak penyambutan mahasiswa baru, gue ketiduran.
Dan akhirnya pengorbanan gue mencukur rambut hingga botak menjadi sia-sia.
sumber |
Dua tahun telah lewat. Bukan tiba-tiba bablas ga terasa sama sekali. Gue tetap merasakan setiap detik yang berjalan, walau pikiran gue mengawang kemana-mana. Entahlah, tapi sepertinya yang melalui semua kejadian kemarin bukan gue yang sesungguhnya.
Saturday, 26 September 2015
Muka Lu Ngeselin!
Satu lagi topik random yang ingin gue bahas kali ini. Mengenai wajah atau muka. Seumur gue hidup, terhitung sudah 286.583.471 kali orang berkomentar negatif tentang muka gue. Mulai dari dibilang jutek, galak, ngeselin, nyolot, dan istilah lain yang sejenis dengan itu.
Pengakuan ini gue dapat dari beberapa kerabat yang akhirnya mengetahui jati diri gue yang asli. Dulu mereka menganggap gue orang yang serius, jutek, dan galak. Tapi setelah mereka mengenal gue dengan baik, akhirnya mereka sadar kalau gue sebenarnya ga terlalu serius, ga terlalu jutek, dan ga terlalu galak. Syukurlah.
image by advarsitysports.com |
Gue rasa penyebab utama muka gue terlihat galak adalah karena anatominya. Seperti keturunan Batak tulen pada umumnya, gue diberkahi muka dengan sudut-sudut tegas. Kata orang sih bentuk muka gue terlihat gagah dan kokoh. Padahal ya kalau ditonjok tetap aja bonyok.
Wednesday, 23 September 2015
WhatsApp dan Drama
WhatsApp.
Ini adalah satu-satunya aplikasi chat yang kompatibel dengan HP jadul gue. Sejauh ini gue cukup nyaman memakai aplikasi satu ini. Tampilannya simpel, menunya gampang diakses, memori kecil, sopan, berjiwa besar, suka menabung dan yang terpenting rajin update, termasuk buat HP jadul gue ini. Dalam rentang waktu tertentu selalu ada aja fitur baru yang ditawarkan. Fitur-fiturnya terbilang inovatif dan memudahkan.
Ada yang namanya fitur Last Seen. Semacam informasi tentang kapan terakhir kali pengguna mengakses aplikasi. Kalo buat gue, ini fitur sangat membantu. Gue bisa tau kapan terakhir orang yang mau dihubungi mengakses HP-nya. Jadi bisa memperkirakan apakah gue akan mengganggu atau engga. Misal ada tulisan ‘online’ lebih bagus lagi. Asumsi gue, dia lagi senggang dan bakal lebih cepat merespon.
Tuesday, 22 September 2015
Pria Tua dan Hujan
Mataku sesekali menatap sosok pria tua yang duduk di pojokan Cafe ini. Memastikan dia tetap diam di tempatnya dan tidak melakukan hal-hal yang tak semestinya. Sudah hampir dua jam aku berada di sini. Dan selama itu pula dia duduk di sana menyeruput kopinya sambil menatap ke arah luar. Hanya duduk dan meminum kopi memang, tapi aku rasakan aura yang tidak biasa pada sosoknya. Membuatku sangat tidak nyaman.
Aku mencoba sekuatnya mengabaikan kehadiran pria tua itu. Memfokuskan diri pada laptop silver-ku, menyelesaikan artikel yang kutulis untuk kantor. Sebuah tulisan tentang hujan. Tapi tenang saja, aku bukan ingin menulis sajak indah mendayu-dayu melukiskan keindahan kumpulan titik-titik air itu. Lebih kepada analisa ilmiah soal hujan yang tak kunjung membasahi bumi selama berbulan-bulan.
image by rhads.deviantart.com |
Sengaja aku memilih mengerjakannya di Cafe ini. Suasananya yang tenang membantuku mengeluarkan ide-ide segar sebagai bahan tulisan. Aku mulai larut pada artikel yang kutulis. Mengetikkan kata demi kata dan sejenak mengambil kesempatan untuk merenggangkan tubuh.
“Harinya panas ya.” tiba-tiba terdengar suara dari arah sebelah kiriku.
Saturday, 19 September 2015
Rheumatoid Arthritis?
Rheumatoid Arthritis? Apa itu? Apakah sejenis hasil fermentasi dari kacang kedelai dan ampas kelapa?
Bukan. Itu tempe bongkrek.
Rheumatoid arthritis adalah semacam penyakit yang disebabkan kelainan sistem kekebalan tubuh (imunitas). Kenapa imunitas -yang bertujuan melindungi tubuh- malah bisa membuat sakit? Simak penjelasannya berikut.
Jadi dalam tubuh kita ada yang namanya sistem kekebalan tubuh. Fungsinya adalah menjaga tubuh kita dari paparan benda-benda asing semacam virus, bakteri, kuman, dan sebagainya. Nah, untuk melancarkan aksinya, sistem ini bakal memproduksi suatu zat yang namanya antibodi. Gunanya buat apa? Ya buat ngancurin benda-benda asing yang berpotensi membahayakan itu.
Itu kondisi yang ideal. Tapi dalam hidup, tidak semua berlangsung dengan ideal kan?
Friday, 18 September 2015
Langka
image by litstack.com |
Jaman modern begini udah ngga ada cewek yang mau baca buku. Pasti lebih memilih buat mantengin layar handphone atau laptop. Kayak elu sekarang nih.
Pemikiran tadi gue dapatkan dari pengamatan gue terhadap orang-orang sekitar. Tak terkecuali diri gue sendiri, yang udah mulai jarang beli buku. Tapi kalo gue sih lebih kepada alasan finansial. Untuk menyiasatinya, gue beralih mencari artikel-artikel atau jurnal gratisan di internet. Intinya sama-sama bacaan kan.
Tuesday, 15 September 2015
Ooh, We Love You!
Siang-siang gini ngomongin bola asik kali ya? Gue suka nonton bola secara umum itu mulai gue masih bocah sekitar tahun 2000 lah. Awal-awal tahun 2000-an, di Indonesia lagi musimnya Liga Italia. Semua orang berbondong-bondong menonton pertandingan Serie A. Gue juga. Bahkan dulu gue menjagokan Juventus biar ga kalah gaul sama teman-teman gue di sekolah.
Gue sempat menyukai banget gaya main Italia. Bukan apa-apa, saat itu cuma pertandingan Serie A yang tayang di Indonesia. Gue ga punya perbandingan sama Liga lain di dunia. Menurut gue saat itu cara main yang bagus adalah cara Italia.
Sampai akhirnya suatu saat ada salah satu TV membeli hak siar Liga Inggris. Di layar kaca gue lihat sebuah tim dengan jersey dominasi merah-putih. Sangat menggugah jiwa nasionalisme gue tentu saja. Gue perhatikan gaya mainnya beda dari yang selama ini gue tau. Keren. Oper-operannya cepat dan tepat, ga kayak tim-tim dari Italia yang cenderung lambat dan hati-hati.
Sunday, 13 September 2015
Lepas Kendali
Alex dan Benny dengan tergesa-gesa memasuki kontrakan yang mereka sewa. Kaos yang mereka kenakan basah oleh peluh dan sedikit bercak merah yang mulai menghitam. Keduanya langsung terjatuh begitu sampai di dalam ruang tamu. Nafas mereka memburu, tubuh Benny sekarang gemetar hebat dengan wajah pucat pasi.
“Sss..se. sekarang gimana Lex?” Benny akhirnya bersuara dengan bibir bergetar.
“Ya, sabar dong! Gue juga butuh waktu buat mikir.” sahut Alex dengan ketus.
“Mending lo tutup tuh pintu terus kunci rapet-rapet.” sambungnya lagi.
Benny berjalan ke arah pintu secara perlahan. Lututnya lemas hingga hampir tak sanggup menahan beban tubuhnya. Melongok keluar memastikan tak ada yang mengikuti mereka. Diraihnya gagang pintu, kemudian diputarnya anak kunci yang terpasang di sana, bermaksud mengunci pintu. Namun malah terlepas.
Tangannya berguncang hebat, tak bisa ia kendalikan. Keringat dingin mulai muncul dari kening dan tengkuknya. Terus mencoba memutar anak kunci, tapi ia masih belum bisa menguasai gerak tangannya sendiri. Kemudian ia coba berhenti sejenak guna mengambil nafas panjang. Memejamkan mata untuk membuatnya lebih tenang.
“AAARGHH” ia berteriak melepas semua perasaan tegang yang menyelimuti.
Friday, 11 September 2015
Pungguk yang Malang
Langit telah mengubah warnanya dari merah jingga menjadi kelabu tanda malam segera tiba. Si Pungguk bersiap di tempatnya menanti sang Bulan muncul menyunggingkan senyumnya yang bersinar. Menatap ke arah cakrawala yang sebagian telah berganti kelam, melebur batasan antara langit dan bumi. Dingin yang menusuk memaksa si Pungguk merapatkan sayap untuk menghangatkan badan. Meringkuk di ranting sebuah pohon demi pujaan jiwanya.
Sang Bulan bukan tidak tahu jika si Pungguk sedang menantinya. Setiap kali sang Malam menjemput, ia selalu berdebar memastikan adakah si Pungguk bertengger di tempatnya. Bukan, bukan karena sang Bulan menginginkan kehadirannya. Hanya mengingat kembali cara apa yang belum dipakai untuk dapat menghindarinya. Sang Bulan sudah muak dengan cemooh para penghuni langit tentang ketidakpantasan jalin hubungan antara dirinya dan si Pungguk.
Wednesday, 9 September 2015
Berjuanglah Jagoan!
“Bang, tidur cepat kau. Besok kita berangkat pagi-pagi.”
“Iya, berangkat jam berapa emang?”
“Jam enam. Kau bangun jam setengah lima lah biar aman.”
"Yassalam."
"Yassalam."
Dialog di atas adalah potongan percakapan seorang Bapak dengan anak lelakinya yang super tampan. Ya, gue tentu saja.
Hari ini, tanggal 9 September 2015, gue bermaksud untuk menghadiri acara pelantikan adik gue satu-satunya di sebuah kampus kedinasan. Adik gue ternyata lolos semua tahap seleksi yang diselenggarakan oleh kampus tersebut. Dari yang awalnya ada 3500-an orang akhirnya tersaring jadi 80 orang saja. Itu artinya peluang lolos cuma sekitar 2 persen. Dan tes yang diberikan bermacam-macam, mulai dari akademis hingga fisik. Standar sekolah kedinasan lah. Cukup membuat gue bangga, walaupun sesungguhnya gue ga punya andil apa-apa sih atas keberhasilan dia.
Selama sebulan kemarin adik gue menjalani semacam Ospek dari kampusnya. Rangkaian awal penyambutan dilakukan di pusat pelatihan militer yang terletak di markas Kopassus, Batujajar. Super greget. Acaranya bertajuk Pembentukan Karakter. Gue ga kebayang pelatihan yang diberikan para anggota Kopassus itu. Pelatihan dilakukan sebulan penuh dan baru hari ini gue berkesempatan menjumpainya lagi. Maka, gue langsung menerima tawaran Bapak buat ikut ke acara pelantikan ini.
Oh ya, sekadar info, adik gue juga tembus SBMPTN di Fakultas Hukum universitas negeri ternama di Depok. Gue dan Abang gue udah berusaha membujuk agar dia agar kuliah di FH aja. Tapi dia tetap dengan pendiriannya untuk kuliah di kampus kedinasan itu. Perjuangannya lebih berat kata dia. Di SBMPTN nasibnya ditentukan cuma dengan beberapa jam ujian tulis. Sedangkan di kampus kedinasan seleksi masuknya makan waktu berbulan-bulan. Itu jadi salah satu pertimbangannya selain masalah ikatan dinas dan bebas biaya kuliah. Ya sudahlah, toh dia ini yang menjalani perkuliahan.
Oh ya, sekadar info, adik gue juga tembus SBMPTN di Fakultas Hukum universitas negeri ternama di Depok. Gue dan Abang gue udah berusaha membujuk agar dia agar kuliah di FH aja. Tapi dia tetap dengan pendiriannya untuk kuliah di kampus kedinasan itu. Perjuangannya lebih berat kata dia. Di SBMPTN nasibnya ditentukan cuma dengan beberapa jam ujian tulis. Sedangkan di kampus kedinasan seleksi masuknya makan waktu berbulan-bulan. Itu jadi salah satu pertimbangannya selain masalah ikatan dinas dan bebas biaya kuliah. Ya sudahlah, toh dia ini yang menjalani perkuliahan.
Monday, 31 August 2015
Kado Tak Sampai
Disclaimer:
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan tempat, nama dan juga cerita adalah hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan dari penulis.
Mata gue dengan cermat menelusuri ratusan boneka yang terpajang rapi di tempat ini. Entah kenapa belum ada satupun boneka yang cocok seperti apa yang gue mau. Di kursi dekat kasir gue lihat si jahanam Bayu sedang menggoda pramuniaga toko ini. Sialan, tau gitu gue sendiri aja tadi berangkatnya. Mengajak dia juga percuma, tidak membantu sama sekali. Gue mengalihkan lagi pandangan mencari boneka yang sekiranya pas di hati. Tiba-tiba gue teringat sebuah potongan gambar screenshot chat yang tersimpan di handphone gue. Aha! Gue tahu boneka apa yang harus gue beli.
***********
Satu jam sebelumnya.
Sudah sangat sering gue kedatangan mahluk sialan yang mampir ke rumah gue. Bayu namanya. Gue sudah kenal dia dari awal gue pindah ke rumah yang sekarang gue tempati saat gue SD dulu . Hingga saat ini kami sudah berkuliah, walau berbeda kampus. Tapi dia sering datang mengunjungi rumah gue untuk… entahlah.
Kerjaan dia setiap datang ke sini cuma menumpang tidur dan sesekali menghabiskan jatah makan gue. Gue juga sudah tidak heran lagi dengan kelakuan absurdnya. Tapi biar absurd, dalam beberapa kesempatan dia sering menunjukkan sisi kedewasaannya. Dan gue lihat sekarang dia mulai menyalakan laptop gue untuk bermain game.
Kerjaan dia setiap datang ke sini cuma menumpang tidur dan sesekali menghabiskan jatah makan gue. Gue juga sudah tidak heran lagi dengan kelakuan absurdnya. Tapi biar absurd, dalam beberapa kesempatan dia sering menunjukkan sisi kedewasaannya. Dan gue lihat sekarang dia mulai menyalakan laptop gue untuk bermain game.
Sunday, 30 August 2015
Sepotong Cerita dari Balairung
Jum’at, 28 Agustus 2015
Gue melirik ke arah jam dinding yang tergantung di kamar. Jarum pendek sudah menunjuk ke arah angka dua sekarang. Tanpa pikir panjang, gue bergegas berganti pakaian rumah dengan pakaian yang lebih pantas. Pilihan jatuh pada kemeja lengan panjang kesayangan gue, walau sebenarnya cuaca sore itu sedang panas-panasnya.
Selesai urusan persiapan diri, gue sempatkan untuk mengintip event yang akan didatangi melalui live streaming di Youtube. Keyword yang gue masukkan adalah “Wisuda UI 2015”.
photo by @sayaderri |
Yap, gue akan menghadiri acara yang paling ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa; wisuda. Kabar buruknya adalah peran gue sekarang bukan sebagai salah seorang wisudawan, melainkan hanya sebagai orang yang menghadiri wisuda teman-temannya. Target utama jelas si Bos Onta. Beberapa teman yang lain ngga gue niatkan buat ketemu, mengingat pengalaman wisuda sebelumnya yang sangat ramai.
Monday, 24 August 2015
Lima Bulan yang Berkesan
Suatu sore beberapa pekan lalu, gue iseng-iseng main ke MIPA. Sepi sih emang, karena mungkin lagi ga ada KBM. Gue liat ada sekelompok anak berjaket kuning berseliweran di sekitar DPR. Tebakan gue sih paling mereka panitia Ospek. Gue lalu duduk sejenak di bangku semen di bawah pohon rindang sambil memerhatikan kegiatan mereka. Menikmati angin sore yang saat itu berembus dengan menenangkan. Membelai permukaan kulit dengan lembut. Cahaya matahari muncul dengan hangat dari balik dedaunan pohon tempat gue berteduh. Gue menyenderkan badan ke belakang dan bersikap sesantai mungkin meresapi suasana ini.
Dari tempat gue duduk, hampir semua bangunan yang ada di sini bisa terlihat. Tapi pandangan gue terpaku ke gedung B yang tepat berada di hadapan gue. Ada sisa-sisa material bangunan di sana. Entah apa yang sedang terjadi, namun sepertinya ada pekerjaan konstruksi yang sedang berjalan. Tanpa gue sadari, gue perlahan berdiri dan bergerak menuju ke arah gedung B. Gue berjalan menuju ruang B101 yang berada di bagian paling bawah gedung. Dengan tetap berhati-hati karena ada semacam beton-beton besar tergeletak di sekitarnya. Gue melongok sejenak ke dalam dan terlihat kosong di sana. Ah, sudah empat tahun rupanya.
Gue pernah baca suatu artikel. Para ilmuwan mengungkap bahwa semua tempat memiliki suatu energi metafisik yang unik bergantung dari subjek yang hadir di sana. Jika kita pernah datang ke suatu tempat, lalu pergi untuk waktu lama dan kembali lagi di lain hari, maka frekuensi energi metafisik di tempat itu akan beresonansi dengan frekuensi otak kita. Menarik kembali memori tentang kejadian di tempat itu yang terjadi pada masa lalu. Gue rasa semua orang juga pasti mengalami ini walaupun secara ga sadar.
Empat tahun lalu, ruang B101 adalah ruangan pertama yang gue masuki di fakultas ini. Seingat gue sih untuk briefing Ospek. Melongok ke dalam sekali lagi, dan seolah-olah gue dapat melihat sosok gue empat tahun lalu sedang memperhatikan pengarahan dari panitia. Seolah melihat sosok teman-teman gue yang masih lugu dan polos mengikuti alur kegiatan Ospek Fakultas waktu itu. Ngga terasa gue malah melamun dan tersenyum sendiri mengingat itu semua.
Gue lantas bergerak menuju ke lantai atas untuk melihat keadaan. Tidak ada perubahan signifikan. Di lantai dua terdiri dari empat kelas. Setiap kelas diberi jatah ruangan besar dengan kontur bertingkat dan berundak-undak, seperti bangunan kelas kampus yang sering kita lihat di televisi. Dinding yang terlihat tak banyak berubah dan ubin kuning yang menyelimuti bagian bawah. Entah memang berwarna kuning atau menguning dimakan usia.
Ada dua tingkat lagi di atas, tapi gue terlalu malas untuk naik. Gue lalu menuju dinding pembatas dan melihat suasana kampus dari atas. Pandangan gue menyapu ke segala arah dan terhenti tepat di gedung Kimia.
Lagi, gue seakan melihat sosok gue dan teman-teman sedang menjalani Ospek. Kali ini Ospek jurusan lebih tepatnya. Rangkaian Ospek inilah yang membuat ikatan kami semakin erat. Bagaimana kami dituntut menyelesaikan persoalan secara bersama-sama. Berkumpul untuk mengerjakan perintilan atribut Ospek. Diteriaki para Komdis karena pelanggaran yang kami lakukan. Meneriakkan yel-yel yang... begitulah.
*********
Lalu terbayang saat-saat gue masih berkuliah di sini. Saat-saat bersama geng Dongo. Yang selalu memilih duduk di kursi barisan belakang pada semua kelas. Geng Dongo sebenarnya terdiri dari kumpulan mahasiswa unggulan, kecuali gue tentu saja. Dan karena didasari rasa kecemburuan intelektual, gue menamai kelompok kami dengan nama Geng Dongo tanpa sepengetahuan mereka.
Pikiran gue beralih membayangkan ruang dalam gedung itu. Di lantai satu gedung Kimia terdapat laboratorium dasar. Seingat gue sih begitu. Tempat gue merasakan satu-satunya ruangan keren di fakultas ini. Saat itu gue merasakan sensasi menjadi peneliti sepenuhnya. Walau tetap aja laporannya selalu gue kerjakan tiga jam sebelum masuk lab.
Di sanalah tempat gue pernah menimba ilmu selama beberapa bulan. Ya, hanya beberapa bulan saja, tapi kenangan yang tertancap begitu dalam. Panjang ceritanya kenapa gue akhirnya resign dari sana.
Selepas gue resign, gue sempat berkali-kali datang ke sana. Terutama saat sedang libur kuliah di kampus gue sekarang. Jadwal kampus gue memang agak unik. Gue baru libur ketika teman-teman di Kimia memulai perkuliahan semester baru. Jadi sering banget gue sempatkan datang ke sana. Sampai sepertinya mereka bingung melihat gue terus-terusan datang.
Karena terkadang yang kita rindukan bukan tempat atau orangnya, tapi momen yang terjadi bersama mereka di masa lalu.
Dengan datang ke sana dan bertukar cerita dengan mereka, gue setidaknya bisa memuaskan rasa rindu dengan suasana yang terjadi empat tahun kemarin. Tentang melewati berbagai kejadian yang membentuk gue menjadi diri gue yang sekarang. Dari sana gue merasakan sepercik semangat yang muncul. Mengingat diri gue pernah menjadi bagian dari mereka. Dan itu cukup membantu gue memotivasi diri untuk menjalani perkuliahan di kampus gue sekarang.
Gedung Fakultas MIPA memang akan terus berdiri kokoh di sana. Kecuali ada peristiwa luar biasa yang terjadi. Gue pun masih tetap akan di Depok setidaknya dua tahun ke depan sampai gue lulus dari kampus yang sekarang. Jarak dari kampus gue ke FMIPA juga ga jauh, Gue bisa aja bolak-balik ke sana setiap hari.
Tapi apakah keadaannya akan sama? Gue rasa tidak.
Karena yang gue cari selama kemarin sering main ke MIPA adalah mereka, teman-teman seangkatan gue di Kimia. Bukan tempatnya. Seperti yang pernah gue bilang, gedung kampus tanpa mereka bagaikan raga tanpa jiwa.
Dan mereka sudah lulus saat ini. Walau belum diwisuda ketika gue menulis ini, tapi secara akademis mereka sudah dinyatakan lulus. Gue turut senang saat mendengar kabar tersebut. Gue sendiri pasti mendoakan yang terbaik untuk mereka. Apapun jalan hidup yang mereka pilih.
*******
Gue tersadar dari lamunan, memandang ke arah langit yang sudah mulai gelap. Gue lalu berjalan menuruni tangga dan menyusuri koridor untuk menuju halte bikun. Tidak banyak orang di halte, terhitung cuma ada gue sama seorang ibu-ibu. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya bis kuning yang ditunggu-tunggu muncul juga. Gue dan si ibu-ibu lalu melangkah naik ke dalam bis. Keadaan di bis sama saja dengan di halte tadi. Sepi. Gue lantas mengambil tempat duduk dekat pintu keluar.
Dari balik kaca jendela bis gue menatap gedung FMIPA sekali lagi sambil tersenyum kecil. Kali ini mungkin, dan sangat mungkin akan menjadi kali terakhir. Ga ada lagi alasan kuat untuk kembali menginjakkan kaki di sana. Setidaknya sampai saat ini.
Bis mulai melaju dengan perlahan membawa gue pergi meninggalkan gedung itu dan segala kenangan yang berkaitan tentangnya.
Terima kasih kawan untuk lima bulan yang sangat berkesan.
Friday, 21 August 2015
Hidup dengan Rheumatoid Arthritis (Part 2)
<--Klik untuk kisah sebelumnya
Dalam dua bulan itu, saya lebih memfokuskan diri untuk melanjutkan pengobatan di RSF. Mengantre sudah barang tentu terjadi karena jumlah pasien yang sangat banyak. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sekali kunjungan bisa mencapai enam jam. Dihitung mulai berangkat dari rumah hingga akhirnya sampai ke rumah lagi. Bahkan bisa lebih. Saya bisa maklum karena saya masih menggunakan kartu Askes jatah orangtua saya yang PNS.
Saya biasanya berangkat dari rumah pukul tujuh, kurang dari itu kondisi jalanan masih penuh dengan orang berangkat kerja dan juga para siswa yang menuju sekolah. Sedangkan jika lewat, maka dipastikan bisa mendapat nomor antrean yang besar. Lalu sampai sekitar pukul delapan. Di sana, seperti biasa, sudah ramai dipenuhi orang-orang yang akan berobat.
Wednesday, 19 August 2015
Efek Samping Terapi Injeksi
Memasuki minggu-minggu terakhir menjalani terapi injeksi, rasanya semakin tidak karuan saja. Pernah suatu hari setelah di suntik saya merasakan perih yang teramat sangat pada permukaan kulit. Saya tidak terlalu ambil pusing dan berjalan menuju ke rumah. Sampai di rumah, ketika saya ingin mengompres bekas suntikan, saya melihat noda darah di celana saya. Astaga, ternyata bekas suntikan itu mengucurkan darah dan membengkak cukup besar. Saya lalu meminta bantuan adik saya untuk membersihkan bekas luka dan mengompres dengan air yang lebih panas. Saya langsung bergegas mandi untuk membersihkan sisa darah yang keluar. Setelah mandi, saya menyadari bahwa bagian yang luka tadi membengkak lebih besar hingga seukuran bola pingpong.
Tentu saya jadi tak nyaman dengan keadaan ini. Terutama saat duduk di kursi ruang makan yang terbuat dari kayu. Saya harus memiringkan badan karena terasa ada yang mengganjal ketika duduk. Esoknya saya lapor ke dokter jaga sebelum melakukan injeksi. Sang dokter menyatakan bahwa hal itu merupakan hal yang wajar, mengingat saya sudah lebih dari sebulan terus menerus disuntik di bagian yang itu-itu saja.
Terapi Injeksi
<--Klik di sini untuk tulisan sebelumnya
Posting kali ini niatnya ingin saya beri judul "Bokong yang Tersakiti", namun saya urungkan niat karena malah terlihat seperti headline koran Lampu Hijau. Kenapa bokong? Menurut para petugas Puskesmas, bagian bokong adalah tempat paling ideal untuk dilakukan tindak injeksi secara rutin dalam waktu lama. Bagian ini terlindung dari lapisan lemak yang cukup tebal sebelum bertemu otot. Resiko cedera dan trauma bisa lebih diminimalkan. Saya sih mengiyakan saja.
Friday, 14 August 2015
Hidup dengan Rheumatoid Arthritis (Part 1)
Ini merupakan lanjutan dari posting Hidup dengan Rheumatoid Atrhtiris (Mukadimah).
<--Klik di sini untuk membaca tulisan sebelumnya
Sang dokter kulit menatap saya dengan serius sekarang. Saya tahu beliau tidak sedang bercanda kali ini. Beliau mulai berbicara dengan nada suara yang dalam. Sejenak mencoba mencairkan suasana sembari mencari celah yang tepat untuk mulai masuk ke inti pembicaraan. Setelah beberapa lama, tibalah kami di pokok permasalahan.
"Dik, saya curiga kamu terserang penyakit yang serius." ujar sang dokter sambil tetap menatap dalam-dalam mata saya.
"Oh, ya? Penyakit apa Dok?" saya bertanya dengan agak was-was melihat sikap beliau.
"Jadi setelah melihat catatan medis, kondisi badan, dan keluhannya, saya rasa kamu mengidap penyakit..." sang dokter memberikan jeda sejenak sambil melihat-lihat status rekam medik saya.
Tuesday, 11 August 2015
Mengefisiensi Jenis Aplikasi di Smartphone
Pesatnya perkembangan di bidang teknologi memaksa kita untuk berusaha keras agar tidak ketinggalan zaman. Lengah sedikit saja bisa membuat kita terlewat bermacam informasi penting. Salah satu yang paling signifikan perubahannya adalah aplikasi pada smartphone, baik yang berbasis Android maupun iOS. Berbagai aplikasi muncul hampir setiap harinya guna memenuhi hasrat kegaulan kawula muda di seluruh penjuru dunia. Kaum muda memang menjadi target pasar yang sangat empuk untuk berbagai bidang. Terutama karena jumlah mereka yang mendominasi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Udah keliatan keren kan paragraf pembukanya? Oke, mari kita masuk ke materi.
Kalau gue perhatikan sih, sekarang ini banyak banget aplikasi, terutama sosial media sama messenger yang dipakai sama anak-anak gaul kekinian. Padahal ya hal yang mau di-share cuma itu-itu aja. Di chat messenger pun kontaknya ya cuma itu-itu aja. Yang bikin geleng-geleng kepala, kadang ada aja orang yang menghubungkan satu jenis aplikasi sosmed ke aplikasi lain. Jadi ketika dia update di Path misalnya, maka langsung otomatis muncul di Friendster.
Sunday, 9 August 2015
Hidup Dengan Rheumatoid Arthritis (Mukadimah)
Sesuai janji, saya akan merealisasikan rencana proyek besar yang telah saya wacanakan beberapa minggu lalu. Sebetulnya saya sudah menuliskan hal ini beberapa tahun silam. Cukup lengkap pula. Dari cerita mengenai alur pemeriksaan, hari dan tanggal saat kontrol, nama dokter yang menangani, sampai obat-obatan yang diberikan. Sayangnya, saya dulu belum tertarik untuk menuliskan di blog. Hanya mengendap di file Ms.Word dan akhirnya lenyap tak bersisa saat komputer saya terserang virus.
Menuliskan kembali catatan itu tentu sulit. Terlalu banyak detail dari cerita itu. Seingat saya, dulu catatan itu terdiri dari 80-an halaman A4, TNR; 12. Selain itu kesulitan lain adalah mengumpulkan niat dan mencari waktu kosong tentunya. Kebetulan sekali dalam waktu 3 minggu ke depan, jadwal kuliah saya agak longgar. Pertengahan September mungkin saya mulai pra-penelitian. Saya berharap agar proyek ini selesai sebelum penelitian.
Saya sepertinya akan membagi catatan ini ke dalam beberapa part. Karena akan terlalu panjang apabila dijadikan satu postingan. Jadi, silakan menikmati.
__o0o__
Wednesday, 5 August 2015
Suntik Streptomycin
Kali ini saya akan melanjutkan tulisan saya tentang Tuberkulosis dan Pengobatannya. Sebelum masuk ke materi ada baiknya saya menjelaskan tentang sterptomycin. Streptomycin adalah obat antibiotik yang tergolong kuat dan biasa digunakan untuk mengatasi masalah TB berkelanjutan. Streptomycin tidak dapat dikonsumsi secara oral karena sifatnya yang merusak lambung. Jadi penggunaanya harus di aplikasikan melalui injeksi. Streptomycin berbentuk bubuk halus berwarna putih, tidak berbau, dan larut dalam air. Untuk melarutkan menjadi cairan injeksi,digunakan akuades murni. Kira-kira begitulah info yang saya dapatkan dari dokter dan juga pengamatan saya sendiri.
Saturday, 1 August 2015
Pendiam Sejati
Mayoritas orang yang pertama kali melihat saya pasti akan berpikir "Buset, ini orang apa patung? Diem aja sedari tadi". Tak mengherankan. Bahkan di rumah, yang notabene berisi keluarga inti, saya juga berbicara seperlunya. Entahlah, saya kadang juga merasa aneh dengan kondisi ini. Saya memang orang yang kurang suka berbicara. Apalagi sekadar berbasa-basi. Yakin, kalau saya berbasa-basi nantinya malah basi betulan.
Pernah ada suatu sesi serius dengan salah seorang teman saya. Ini bagian dari komunikasi yang saya suka, pembicaraan berbobot. Dia mengatakan bahwa sepertinya saya sudah terlalu asyik dengan dunia sendiri. Menurutnya itu berbahaya. Dia juga menyarankan agar lebih bisa membuka diri dengan orang-orang baru. Dengan lebih banyak senyum dan bercanda. Dari kacamatanya, dia melihat hidup saya terlalu kaku, seperti kerah baju baru. Saya tidak banyak menanggapi.
Saya memang agak kesulitan bila harus membuka pembicaraan dengan orang lain. Keadaan ini sudah saya alami sejak kecil. Ada beberapa alasan yang mungkin bisa saya jadikan ‘pembenaran’. Yang pertama adalah terlalu memikirkan reaksi lawan bicara. Saya memang selalu memikirkan apa-apa saja yang akan keluar dari mulut saya ketika sedang berbincang. Takut menyinggung lawan bicara. Khawatir mendapat tanggapan yang tidak mengenakkan. Terlalu banyak pertimbangan ini malah menyebabkan saya tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
Alasan kedua adalah saya kurang suka dengan keramaian. Saya lebih suka meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu seorang diri. Membaca, menulis, mengerjakan tugas, bahkan menonton film di bisokop pun saya lebih suka sendirian. Kenapa? Ada yang aneh dengan datang ke bioskop sendiri? Saya sih merasa lebih berkonsentrasi apa bila menonton sendiri. Terlebih bila film yang ditonton masuk kategori berat.
Untuk berkumpul juga saya lebih memilih berada di dalam kelompok kecil berisi tiga sampai enam orang. Lebih dari itu saya akan diam saja, menyimak, sambil sesekali mengeluarkan celetukan. Yang untungnya sejauh ini masih dianggap lucu. Saya kurang suka berbicara panjang lebar menceritakan sebuah lelucon. Cukup satu celetukan dan satu tongkrongan pun geger tertawa karena itu. Efektif.
Satu penyebab lain tentang pendiamnya saya ini mungkin adalah kecenderungan kondisi Introvert pada saya. Singkatnya, introvert adalah suatu kondisi dimana seseorang akan mendapat energi dari hasil meluangkan waktu sendirian. Banyak orang salah kaprah, dikiranya introvert adalah anti-sosial. Padahal tidak selalu begitu. Lain waktu akan saya tulis satu artikel khusus untuk masalah ini.
Lalu alasan terakhir sederhana saja, saya merasa memang beginilah saya. Tidak perlu berpura-pura untuk menjadi aktif dan ceria. Yang nanti malah terkesan palsu dan dibuat-buat.
Dari semua pemaparan tadi pasti orang berpikir saya orang yang kaku dan membosankan. Tentu ada benarnya. Terlebih jika tidak mengenal saya dengan baik. Namun sebenarnya saya juga manusia biasa. Saya juga bisa menjadi ‘gila’. Ada sisi lain dalam diri saya yang juga sama seperti orang lain. Tertawa keras terbahak-bahak, melontarkan candaan kotor, berbicara kasar, melakukan hal-hal bodoh, dan yang lainnya. Tapi perlu diingat bahwa tidak kepada semua orang saya bisa menunjukkan itu. Tidak juga kepada orangtua saya, kalau yang ini sih atas alasan malu dan segan sebenarnya. Sisi lain itu hanya muncul jika berhadapan dengan orang tertentu saja.
Di sisi lain, saya tetap bisa berbicara di depan khalayak umum. Presentasi di kelas juga bukan masalah besar buat saya. Saya bukan pemalu. Saya hanya lebih diam dibandingkan orang yang dianggap normal oleh masyarakat. Diam saya juga bukan tak beralasan. Saya lebih suka mengamati. Saya adalah pengamat yang baik. Saya memilih mendengarkan orang bercerita dibandingkan saya yang harus berbicara.
Jadi jika suatu hari takdir memutuskan kita untuk bertemu, janganlah ragu untuk menyapa.
Lalu silakan bercerita apa saja.
Thursday, 30 July 2015
Sudah Menentukan Arah?
Kadang pertanyaan itu muncul tiba-tiba di pikiran gue. Terutama kalau gue lagi ngelamun ga ada kegiatan. Pertanyaan sederhana sih, tapi tidak semudah itu menjawabnya. Dan belakangan menjadi serius ketika gue mulai menyadari sebagian besar teman-teman gue udah lulus kuliah dan mulai memasuki dunia kerja. Dari yang gue amati, ada di antara mereka yang mendapat pekerjaan tidak sesuai bidang ilmu perkuliahan mereka. Misal, lulusan teknik sipil justru bekerja sebagai juru masak. Atau lulusan biologi yang bekerja sebagai customer service.
Seiring pertambahan umur, gue mulai bisa memaklumi berbagai kejadian itu. Lulusan S1 'haram' hukumnya terlalu lama menganggur. Entah siapa yang pertama kali membuat aturan tak tertulis ini. Namun yang jelas, bekerja memang jadi pilihan yang paling realistis. Keinginan untuk mendapat uang sekaligus pengalaman dapat diperoleh dengan bekerja. Kecuali memang sudah ada persiapan lain selama berkuliah, menjadi pengusaha misalnya.
Thursday, 23 July 2015
Kurus dan... Jelek!
Selama bulan puasa kemarin, gue menerima beberapa undangan buat bukber alias bukber bersama. Lumayan juga, minimal tiap minggu pasti ada aja acara begituan. Dari awal emang gue niatin buat ga menerima semua ajakan bukber. Bukannya apa-apa, kondisi keuangan lagi tipis, ditambah lagi ada beberapa tools yang harus gue beli. Dan acara begituan lumayan costly. Sekali datang minimal harus siap keluar tigapuluh ribuan. Coba dikali 7 ajakan bukber, udah abis dua ratus ribu sendiri. Itu pun udah gue ambil kemungkinan yang paling murah. Perhitungan banget ya? Iya, maklum mahasiswa (kere).
Dari sekian banyak ajakan bukber, pilihan gue mengerucut ke acara bukber bareng temen-temen lama. Pertimbangan gue, pertama karena biayanya terjangkau . Kedua, kami udah lama ga ketemu . Gue emang udah lama banget ga ketemu sama teman-teman sekolah gue. Dan biar ga ribet, acaranya gue bagi jadi acara 'A' sama acara 'B'. Deal ya.
Tuesday, 14 July 2015
Rencana Proyek Besar
Keren ya judul postingan kali ini?
Proyek? Proyek apa?
Intinya sih gue mau bikin proyek penulisan kronologis keadaan masalah kesehatan gue dari jaman dulu banget sampai sekarang dan bahkan mungkin untuk beberapa waktu ke depan. Sampai pada akhirnya gue bisa sembuh total nanti. (Ada aamiin?)
Sebenernya sih udah lama gue mau bahas masalah ini. Seperti yang (sebagian dari) kalian tau, gue ada masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Bahkan niat awal gue buat blog ini adalah sebagai catatan progress dalam menghadapi penyakit-penyakit ini. Penyakit-penyakit? Kesannya banyak banget ya, tapi itulah kenyataannya. Penyakit 'utama'-nya sih cuma satu, tapi ternyata merambat ke mana-mana. Diperparah juga sama efek samping obat yang gue konsumsi. Secara garis besar sih gue bagi jadi dua:
Friday, 10 July 2015
Mengenal Rheumatoid Arthritis
Seberapa jauh pengetahuan Anda tentang rematik? Beberapa orang akan mengatakan ini adalah penyakit khas orang tua yang akan menyerang memasuki usia senja. Yang lain menjawab bahwa ini adalah akibat kebiasaan mandi setelah larut malam. Tapi sebenarnya rematik tidak sesederhana itu. Mari kita lihat petikan artikel berikut.
Penyakit rematik atau yang dalam bahasa medisnya disebut rheumatoid arthritis (RA) adalah peradangan sendi kronis yang disebabkan oleh gangguan autoimun.
Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyusup seperti virus, bakteri, dan jamur, keliru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Selain rematik, ada banyak gangguan autoimun lain, misalnya penyakit lupus, multiple sclerosis dan diabetes tipe 1. Pada penyakit rematik, sistem imun gagal membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga menyerang jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovium yaitu selaput tipis yang melapisi sendi. Hasilnya dapat menyebabkan sendi bengkak, rusak, nyeri, meradang, kehilangan fungsi dan bahkan cacat.
Tuesday, 30 June 2015
Pencerahan dari Kampus Kuning
Kita mundur sejenak ke tahun 2011 di mana saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari kampus Kuning tempat saya menimba ilmu saat itu. Alasan sederhana, masalah kesehatan. Beberapa penyakit kompak menyerang saya di saat bersamaan. Kondisi tubuh yang semakin lemah memantapkan pilihan saya untuk keluar dari sana. Lepas dari kampus Kuning, saya masih harus melakukan pemulihan hingga dua tahun lamanya. Hingga akhirnya saya melanjutkan kuliah kembali di kampus UFO pada tahun 2013.
Meloncat lagi ke tahun 2015.
Sudah beberapa kali dalam dua minggu lalu saya kembali menyempatkan diri menyambangi kampus Kuning. Sekadar memenuhi janji untuk menonton sidang beberapa kawan dekat. Saya memang tipe orang yang sedikit berbicara. Dari yang sedikit itu, apabila telah terucap janji pasti akan sekuat tenaga saya tepati. Seperti kondisi ini, saya harus merelakan waktu tidur saya sehabis sahur dan Shalat Subuh untuk menonton sidang mereka. Yang (sialnya) semua dimulai pada pukul 8 pagi di hari yang berlainan.
Sunday, 22 March 2015
Mahasiswa Aktivis dan 'Pasivis'
Berawal dari 'status'
Facebook seorang teman yang membagikan link dari suatu portal berita tentang
aksi para mahasiswa dari suatu kampus. Berita itu menyebutkan bahwa aksi
mahasiswa telah ditunggangi dan para mahasiswa dibayar untuk melakukannya. Menjadi
semakin rumit karena kampus tersebut merupakan kampus favorit yang kredibilitas
dan integritasnya sudah diakui.
Wednesday, 18 March 2015
Tuberkulosis dan Pengobatannya
Tanggal 13 Maret 2015 kemarin akhirnya saya menjalani pengobatan TB hari pertama. Obat-obatannya sama persis dengan yang saya konsumsi dulu. Dosisnya pun tidak berubah. Oleh sang dokter, saya dimasukkan dalam pasien kategori II (pasien yang pernah menjalani pengobatan sampai dinyatakan sembuh total, lalu kambuh).
Dan di sinilah tragedi dimulai. Karena kondisi itu, maka saya harus mendapat satu jenis terapi lagi, yaitu pengobatan dengan cara injeksi alias suntik. Terdengar cukup buruk? Ya, sampai akhirnya saya diberi penjelasan bahwa injeksi tersebut harus dilakukan selama 60 hari. Setiap hari tanpa putus. Di bagian mana? Sang dokter menjelaskan bahwa injeksi akan dilakukan di bagian belakang, alias bokong.
Dan di sinilah tragedi dimulai. Karena kondisi itu, maka saya harus mendapat satu jenis terapi lagi, yaitu pengobatan dengan cara injeksi alias suntik. Terdengar cukup buruk? Ya, sampai akhirnya saya diberi penjelasan bahwa injeksi tersebut harus dilakukan selama 60 hari. Setiap hari tanpa putus. Di bagian mana? Sang dokter menjelaskan bahwa injeksi akan dilakukan di bagian belakang, alias bokong.
Tuesday, 17 March 2015
Dan Terjadi Lagi
Berawal dari 3 minggu lalu saat saya terbangun di pagi hari, di mana sinar mentari masih setia menyinari bumi, kicau burung terdengar bersahut-sahutan, dan jemuran terlihat menari-nari mengikuti arah angin.
Tiba-tiba... *uhuk uhuk* *sroot*.
Ya, saya terkena flu.
Mungkin bagi anda dan sebagian besar orang lainnya menganggap ini adalah masalah sepele. Begitu juga saya (pada awalnya) yang berpikir ini hanyalah gangguan kecil akibat keadaan cuaca yang labil. Tanpa pikir panjang saya hanya membiarkan dan beraktivitas seperti biasa. Namun memasuki hari kedua saya merasa gangguan kali ini agak lain. Batuk semakin berat dan suara saya sudah mulai serak. Lalu saya berinisiatif pergi berobat ke puskesmas yang hanya berselang satu rumah dari tempat tinggal saya. Dari sana saya mendapat tiga macam obat lucu berukuran kecil dan berwarna mencolok.
Subscribe to:
Posts (Atom)