“Pak, rokoknya tolong dimatiin ya.”
Terdengar suara bapak-bapak memecah keheningan di angkot yang gue tumpangi. Bukan, bukan gue yang ditegur. Melainkan seorang bapak yang sedang asyik merokok di dekat pintu. Dari awal sebenarnya gue juga udah risih sama ini orang. Di angkot yang penuh sesak, dengan santainya dia menikmati asap terkutuk itu.
Kalo dia sendiri yang menikmati sih ngga apa-apa, tapi masalahnya asap rokok dia itu memenuhi seluruh penjuru angkot. Yang paling kelihatan terganggu adalah mbak-mbak kantoran yang duduk tepat di sebelah perokok itu. Sepanjang perjalanan ngga terhitung berapa kali dia terbatuk-batuk.
Selain si mbak-mbak kantoran, ada juga seorang ibu-ibu yang duduk di depan perokok itu. Dia sibuk menutupi wajah anaknya menggunakan saputangan. Berusaha biar asapnya ngga mengganggu pernafasan si anak. Sesekali si ibu menatap tajam ke arah bapak perokok dengan pandangan membunuh.
Tapi hasilnya nol besar. Si bapak perokok itu cuek aja. Malah kayaknya dia makin semangat menebar asap. Mungkin dia berpikir asap rokok yang menurutnya nikmat, terasa enak juga bagi orang lain. Karena dia melihat tidak ada penumpang lain yang terganggu selain ibu-ibu dan mbak-mbak tadi.
Gue? Gue sih santai, karena udah siap sedia mengenakan masker dari rumah. Masker udara ya, bukan masker kecantikan. Walau dalam hati gue tetap berniat buat bertindak agresif kalo ini bapak-bapak masih lanjut merokok.
Di tengah suasana tidak mengenakkan itu, muncullah aksi heroik dari seorang bapak yang duduk di pojokan. Dan terbukti ampuh. Abis mendengar teguran dari bapak di pojokan, si bapak perokok langsung kicep.
Lagaknya doang gede, begitu ditegur dia buru-buru mematikan rokoknya. Aelah, baru mau gue ajak kelahi, eh dia keburu sadar. Tapi baguslah, lewat teguran itu, polusi udara terasa berkurang. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan riang gembira. Syahdu.
sumber |
Ternyata jawabannya memang iya.
Gue dapat info ini dari teman-teman gue yang perokok. Berhenti dari kebiasaan merokok itu susah banget. Serius. Gue denger-denger sih malah lebih susah daripada nyium jidat sendiri. Ngga terhitung deh orang di lingkungan gue yang wacana melulu mau berhenti merokok. Realisasinya mah ngga ada, asyik aja hisap-embus-hisap-embus terus.
Alasannya macam-macam. Ada yang bilang mulutnya asem lah kalo ngga merokok, lebih banyak dapat inspirasi lah, sampai yang paling aneh, buat mengisi waktu luang. Yaelah, isi waktu luang mah jualan arem-arem aja sana. Lebih barokah.
Gue sendiri udah dalam tahap 'sebodo amat' sama para perokok. Sesuka mereka aja. Itu kan jalan hidup yang mereka pilih sendiri. Lagian gue udah males buat coba menyadarkan mereka. Terutama yang ngga punya niat untuk berhenti sama sekali. Bakal buang-buang waktu. Mending ngomong sama Siri, masih bisa nge-respon.
Selanjutnya adalah sadar lingkungan. Maksudnya jangan sampai merokok di tengah keramaian. Jangan di dekat orang yang sekiranya bukan perokok. Terlebih jangan sampai merokok di dekat bayi, anak kecil, atau ibu hamil.
Udara bersih adalah hak semua orang, kawan.
Masalah buang asap dan puntung juga perlu diperhatikan. Sebaiknya pas menghembuskan asap, ngga mengarah ke muka orang lain. Anyep, sob. Buang puntung pun ngga boleh sembarangan. Gue rasa udah pada tau lah alasannya. Apalagi kalo yang masih nyala. Bisa kebakaran nanti.
Dan kalo aja para perokok bisa memperhatikan hal-hal yang gue sebutkan di atas, gue rasa kebiasaan mereka ngga akan jadi masalah.
Teruslah merokok.
No comments:
Post a Comment