Monday 28 September 2015

Catatan di Tahun Kedua


Hari di mana tulisan ini dibuat menandakan tepat dua tahun gue menjalani perkuliahan di kampus UFO.

Dua tahun lalu, gue masih menjadi seorang mahasiswa culun. Menuruti apa-apa saja yang diinfokan oleh panitia Ospek.
Disuruh pakai setelan putih-hitam, gue turuti.
Disuruh mencukur rambut sampai botak, gue cukur.
Disuruh buat perintilan Ospek, gue bikin dengan sebaik mungkin.
Disuruh datang ke acara puncak penyambutan mahasiswa baru, gue ketiduran.

Dan akhirnya pengorbanan gue mencukur rambut hingga botak menjadi sia-sia.


sumber

Dua tahun telah lewat. Bukan tiba-tiba bablas ga terasa sama sekali. Gue tetap merasakan setiap detik yang berjalan, walau pikiran gue mengawang kemana-mana. Entahlah, tapi sepertinya yang melalui semua kejadian kemarin bukan gue yang sesungguhnya.


Saat ini gue lebih menutup diri dengan teman-teman di kampus. Sangat berbeda dengan gue yang sebelumnya. Gue memang pendiam, tapi dulu gue masih mencoba bergaul dan membuka diri. Yang gue ga suka adalah mengambil panggung untuk jadi pusat perhatian. Tapi sekarang, bahkan buat menyapa teman ketika papasan di jalan aja gue terlalu malas. Terlebih gue merasa teman-teman di kampus ga ada yang ‘se-frekuensi’ sama gue.

Joke-joke gue yang bernada sarkas sering disalah artikan sama mereka. Ini yang agak sulit. Karena buat menciptakan hubungan baik, semua berawal dari selera humor yang sama. Kalau jokes gue ga bisa diterima, masa iya mau ngobrol serius melulu. Makin cepat tua gue nanti. Ada sih yang bisa mengerti jokes yang gue lempar, tapi cuma segelintir. Hal ini membuat gue lebih berhati-hati dalam berucap. Akibatnya ya gue jadi makin diam.

Dengan sulitnya berinteraksi, gue harus mencari cara lain agar kehadiran gue bisa disadari sama mereka. Seenggaknya gue ga mau menjadi looser di kelas. Gue mulai belajar lebih giat daripada yang sebelumnya. Biasa gue belajar dua minggu sekali, sekarang jadi sepuluh hari sekali. Terus juga makin sering memperhatikan dosen yang mengajar, apalagi kalau cantik dan masih muda.

Hasilnya lumayan lah. Di beberapa mata kuliah gue memperoleh nilai tertinggi dan berhak mendapat nilai A. Semester awal nilai gue didominasi huruf A dan B. Cukup mengejutkan buat otak gue yang tergolong standar. Masuk semester dua gue mulai mendapat C. Satu-satunya dalam transkrip nilai. Semester tiga sampai yang keempat barusan, akhirnya semua huruf lengkap mulai dari A,B,C, sampai E gue terima. Tinggal dapat nilai D aja yang belum. Mudah-mudahan jangan.

Image gue di kelas selanjutnya berubah menjadi ‘anak pintar yang pendiam dan sombong’. Kalau di anime-anime mungkin terlihat keren. Di mana ada satu anak yang dianggap jenius dan bersikap angkuh justru menjadi idola para cewek-cewek di sekitarnya. Tapi ini dunia nyata. Dengan gue memilih sikap begitu, yang ada orang-orang malah sungkan buat berkomunikasi sama gue. Ya sudahlah, udah kejadian juga. Nanti kalau ada kemauan bakal gue ubah lagi image gue jadi ‘orang konyol yang suka ngebanyol’. Mungkin.

Kegiatan gue sehabis ngampus ya langsung pulang. Atau kalau emang lagi bosen banget gue sempatkan diri buat nongkrong sama teman-teman gue. Tapi ga terlalu sering gue menghabiskan waktu berkumpul dengan mereka di kampus. Bukan apa-apa, kebiasaan mereka dan mahasiswa lain di kampus gue adalah nongkrong sambil merokok. Sedangkan gue punya penyakit yang berkaitan dengan pernafasan. Jelas kebiasaan mereka ini jadi penghalang besar dalam masalah sosialisasi gue. Gue ga kuat dikelilingi dengan kepulan asap dari rokok mereka. Jangankan itu, sekilas mencium bau asap rokok aja gue udah eneg.

Dari yang gue perhatikan malah ada sebagian dari mereka yang sebenarnya bukan perokok tapi sok-sok berlagak jadi perokok ketika nongkrong. Entah apa motivasi mereka berbuat seperti itu. Mungkin mereka beranggapan bahwa dengan berlagak merokok tingkat kekerenan bisa meningkat berkali-kali lipat. Padahal ya tetap aja kelihatan norak karena mereka masih terlihat sangat kaku. Merokok agar terkesan keren? Sungguh tolol.

Lagian teman-teman gue di kampus juga ga begitu banyak. Cuma teman sekelas sama beberapa orang yang gue ajak kenalan secara random. Sistem pembagian kelas di kampus gue udah layaknya tempat kursus. Satu angkatan jurusan gue berjumlah 1400-an orang. Iya, satu jurusan doang. Dari sekian banyak itu dibagi ke dalam kelas-kelas berkapasitas 50 orang. Hitung sendiri deh ada berapa kelas.

Bahkan ketika belajar, gue ga tau di kelas sebelah itu dari jurusan apa dan angkatan berapa. Karena kampus kami ga punya gedung fakultas. Semua disebar di kampus yang terletak di berbagai lokasi. Jadi semua mahasiswa berserakan di kampus tanpa gue tau latar belakangnya.

Secara general gue cukup senang bisa berkuliah di sini. Kampusnya udah lumayan bagus. Ruangan kelas mayoritas adem, walau kalo apes bisa dapat kelas yang gerah sih. Mahasiswanya variatif. Fasilitas menunjang.  Materi perkuliahannya termasuk ringan. Gue jadi lebih punya waktu luang buat menjalankan hobi gue sedari kecil. Tidur.

Ngomongin tidur gue malah jadi ngantuk. Gue cukupkan sampai di sini aja ya tentang hal-hal yang bisa gue catat dari perkuliahan selama empat semester. Ga ada yang spesial memang, tapi boleh lah dijadikan acuan gue untuk menatap hari esok yang lebih baik.




Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment