Wednesday 21 October 2015

Hening yang Lebih Sunyi dari Kesendirian



Lewat desau angin yang membelai hangatnya senja, biar kubisikkan sepenggal pertanyaan tentang penuhnya sebuah kekosongan.

Apa kabar, kamu?

Masih samakah keadaanmu sekarang dengan kamu pada sore itu? Seberkas sore dalam sebuah taman yang di bawah langitnya kita duduk berdampingan. Di mana udara sekitar kita semarak dengan parfum beraroma teh milikmu yang semerbak. Sore tatkala sepasang kursi yang berkarat menyaksikan bahwa kita pernah begitu dekat. Erat dan lekat.

Sore yang sayangnya jadi kali terakhir kita saling bertukar ucap dan beradu tatap.


Ada sedikit rasa sesal soal mengapa aku tak memberimu dekap paling gegap sebelum kamu lenyap. Secuil kecewa karena aku hanya sempat beberapa waktu menggenggam tanganmu sebelum kamu berpaling menjauh.

Dan sekarang, kamu hilang.
Lekas bergegas menerabas batas yang bias.

Namun sekarang, aku datang.
Kembali, demi menikmati semua memori. Seorang diri.

Kemudian di sinilah aku berada, duduk mengambil tempat di taman yang sama, di bawah langit yang sama, dan rerumputan yang sama. Namun ada yang berbeda, tiada lagi kuhirup parfum beraroma teh yang menyegarkan. Tiada lagi kudengar suara lembut menenangkan, atau renyah tawa yang menyenangkan.

Tiada lagi kamu.

Kusesap perlahan secangkir kopi hitam panas dalam genggaman. Sengaja kopi hitam, karena mungkin segelas teh hangat terlalu ringan untuk suasana serumit ini. Segelas teh hangat mungkin akan menarik diriku terjebak dalam ruang terdalam kegelisahan. Khawatir ia akan mengepulkan uapnya membentuk siluet sesosok malaikat penuh daya pikat. Kamu.

Di taman yang sama, dengan menyesap secangkir kopi hitam panas, biar aku menghayati setangkup rindu ini. Kubebaskan memenuhi tenggorokan, seperti menelan permen lolipop bulat-bulat. Manis, namun menyakitkan.

Dan ketahuilah, walau kini hadirmu tak dapat kurasa, tapi kamu selalu ada. Kuat menancap pada ratap yang paling gelap.

Lalu ingatlah, di setiap kesenangan yang kamu dapatkan, di setiap kesulitan yang terlewatkan, ada sebait doa yang aku ramu demi bahagiamu.

Sehat-sehatlah selalu, jangan biarkan kesibukan menguasai keadaan. Cukupkan makan, jangan sampai kelaparan. Teruslah tertawa, karena tawamu ialah jalan keluar dari seluruh sukar yang mengakar.

Bergembiralah.

Hiraukan saja keberadaanku bila memang itu melegakanmu. Hilanglah layaknya sebutir debu yang seketika sirna dihempas angin nan durja. Pergilah ke mana pun kamu mau, lalu semoga kedamaian dan kebahagiaan selamanya mengiringi langkahmu.

Di taman yang sama, di bawah langit yang sama, dengan menggenggam secangkir kopi hitam, di sinilah aku berada.

Merindukanmu dalam hening yang lebih sunyi dari kesendirian.



Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment