Tuesday 17 March 2015

Dan Terjadi Lagi

Berawal dari 3 minggu lalu saat saya terbangun di pagi hari, di mana sinar mentari masih setia menyinari bumi, kicau burung terdengar bersahut-sahutan, dan jemuran terlihat menari-nari mengikuti arah angin. 
Tiba-tiba... *uhuk uhuk* *sroot*.

Ya, saya terkena flu.
Mungkin bagi anda dan sebagian besar orang lainnya menganggap ini adalah masalah sepele. Begitu juga saya (pada awalnya) yang berpikir ini hanyalah gangguan kecil akibat keadaan cuaca yang labil. Tanpa pikir panjang saya hanya membiarkan dan beraktivitas seperti biasa. Namun memasuki hari kedua saya merasa gangguan kali ini agak lain. Batuk semakin berat dan suara saya sudah mulai serak. Lalu saya berinisiatif pergi berobat ke puskesmas yang hanya berselang satu rumah dari tempat tinggal saya. Dari sana saya mendapat tiga macam obat lucu berukuran kecil dan berwarna mencolok.


Dua hari mengkonsumsi obat-obat lucu tersebut, batuk saya malah semakin parah dan malah ditambah dengan rasa pusing akibat hidung tersumbat. Ya, saya memang tidak terlalu banyak berharap pada prosedur petugas kesehatan puskesmas yang memberikan diagnosa hanya dengan mendengarkan 'curhat' pasien tanpa pemeriksaan lanjutan. Keesokan harinya saya kembali ke sana untuk meminta surat rujukan ke RS dengan sedikit beradu otot dengan petugas. 

Setelah surat rujukan di tangan saya meluncur menuju salah satu rumah sakit swasta(?) di kota Depok untuk bertemu dengan dokter spesialis Paru yang nampaknya baru mengambil spesialisasi (terlihat dari usianya yang relatif muda). Dari sana saya dianjurkan untuk pemeriksaan rontgen paru-paru, tes darah dan juga tes sputum (dahak). Sekadar info, semua pemeriksaan itu gratis tis tis karena saya menggunakan BPJS (thanks BPJS!). Tapi yang namanya gratisan tentu prosedurnya lebih rumit karena dibebani alur birokrasi berbelit-belit. Karena menggunakan BPJS, semua tes tersebut tidak dapat dilakukan dalam sekali waktu, harus diberikan selang sehari sebelum pemeriksaan selanjutnya. Jadi hari pertama saya melakukan pemeriksaan darah, hari ketiga dan kelima tes sputum (dahak), baru hari ketujuh menjalani rontgen. 

Selang beberapa hari, setelah semua hasil pemeriksaan berada di tangan, saya kembali lagi menemui sang dokter Paru yang selalu nampak modis dan stylish itu. Ketika beliau membuka satu persatu amplop tersebut, jujur saya agak merasa tidak tenang. Akhirnya setelah mencermati kertas-kertas tersebut beliau memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan.

Dan terjadi lagi...

TB paru saya kambuh.
Penyakit TB paru yang saya derita tahun 2011 ternyata kambuh, saya ulangi, kambuh alias relaps. Terus terang saya cukup kaget dengan kondisi ini. Karena penyakit tersebut, saya sampai harus mengundurkan diri dari kampus negeri ter-favorit di Depok. Bayang-bayang buruk terus menghampiri mengingat kondisi saya saat dulu menghadapi efek samping dari obat-obatan TB. Sebenarnya menurut dokter, ini masih dalam kondisi paling awal karena saya cepat melakukan pemeriksaan. Tetapi sebaiknya langsung dilakukan pengobatan agar tidak memburuk. Saya tidak punya pilihan lain. Saya harus berobat. Menelan obat-obatan sebesar permen mentos. The freshmaker~

Akhir kata, saya panjatkan doa agar kita semua selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan dalam menjalani hidup.

Wassalam.


Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment