Wednesday 23 September 2015

WhatsApp dan Drama


WhatsApp. 

Ini adalah satu-satunya aplikasi chat yang kompatibel dengan HP jadul gue. Sejauh ini gue cukup nyaman memakai aplikasi satu ini. Tampilannya simpel, menunya gampang diakses, memori kecil, sopan, berjiwa besar, suka menabung dan yang terpenting rajin update, termasuk buat HP jadul gue ini. Dalam rentang waktu tertentu selalu ada aja fitur baru yang ditawarkan. Fitur-fiturnya terbilang inovatif dan memudahkan. 

WhatsApp messengger bbm line kakaotalk

Ada yang namanya fitur Last Seen. Semacam informasi tentang kapan terakhir kali pengguna mengakses aplikasi. Kalo buat gue, ini fitur sangat membantu. Gue bisa tau kapan terakhir orang yang mau dihubungi mengakses HP-nya. Jadi bisa memperkirakan apakah gue akan mengganggu atau engga. Misal ada tulisan ‘online’ lebih bagus lagi. Asumsi gue, dia lagi senggang dan bakal lebih cepat merespon.

Fitur lainnya adalah Sent dan Received. Fitur Sent memberikan informasi bahwa pesan kita telah dikirim ke orang yang kita hubungi. Kalo di HP gue, ditandai dengan ikon ceklis satu berwarna abu-abu. Berarti pesan kita udah dikirim, tapi belum sampai ke orangnya. Bisa karena HP dia lagi modar, atau paket internetnya habis. 

Received, dItandai dengan dua ceklis berwarna abu-abu kalo di HP gue. Ini berarti pesan kita udah sampai ke HP-nya, tapi belum dibaca. Sebabnya bisa berbagai hal. Dia ga bawa HP, lagi banyak kerjaan, atau sesimpel dia males aja baca chat dari kita. Fitur Sent dan Received gue rasa juga cukup informatif. Minimal kita tahu status pesan yang kita kirim.

WhatsApp line chat sent last seen

Yang terakhir adalah fitur Read. Di HP gue ditandai dengan ceklis dua berwarna biru terang. Menjelaskan bahwa pesan kita sudah terkirim, diterima, dan sudah dibaca sama orang yang kita hubungi. Gue paling tenang kalo udah melihat ikon ini. Karena akhirnya gue tau bahwa pesan yang gue kirim telah tersampaikan dengan baik. Apalagi kalo berisi informasi penting. Paling enggak gue yakin bahwa orang itu sudah mengetahui info yang disampaikan.

Terus fitur lainnya standar aplikasi messenger lah. Dari berbagi gambar, voice note, sampai video bisa dilakukan. Denger-denger sih ada lagi fitur Call, yang mana kita bisa menelepon lewat WhatsApp via internet. Tapi berhubung HP gue jadul, jadi ga bisa menikmati layanan ini. Lagipula katanya ini belum bisa dipergunakan dengan baik. Masih dalam proses penyempurnaan.

Sekarang gue mau masuk ke bagian yang ditunggu-tunggu. Drama.

Berhubung pengguna WhatsApp adalah manusia biasa, yang tak luput dari salah dan dosa, maka faktor drama bisa aja muncul. Awalnya mungkin mereka chat dengan baik-baik dan normal-normal aja, sampai pada akhirnya fitur-fitur yang gue sebut di atas tadi mengubah semuanya.

Kejadian-kejadian drama ini gue ambil dari dua sumber. Pertama, dari hasil pengamatan gue terhadap orang-orang sekitar. Kedua, dari cerita yang gue ambil saat blogwalking. Yeah, i am a good observer. Gue pribadi justru ga pernah bermasalah sama orang karena hal sepele macam WhatsApp begini.

Paling sering dan paling umum adalah gara-gara si ikon ceklis dua berwarna biru. Read. Bisa jadi 90% pesoalan di dunia per-WhatsApp-an berasal dari sini. Alur ceritanya kurang lebih sama, si A chat si B, terus chat-nya masuk dan udah dibaca. Tapi sama si B ga dibales-bales sampai Dajjal muncul dan menguasai ladang gandum. 

Si A ga terima dan mencak-mencak ke si B. Mencaci-maki si B karena dia tidak merespon chat terakhir dari si A. Si B ga ngerasa salah dan balas menyebut jika si A berlebihan alias lebay. Terus mereka musuhan. Nggak lagi bertegur sapa hingga Dajjal bisa memanen ladang gandumnya tadi.

Gue cukup sering berada di posisi si B. Biasanya karena lagi sibuk mengerjakan sesuatu. Atau sesimpel lagi males aja buat chatting. Jadi, chat dari orang gue baca dan baru gue bales beberapa kehidupan selanjutnya. Mending ditunda bales chat, daripada gue bales singkat-singkat dan terkesan meremehkan. Makin drama kan ujungnya. Beberapa orang yang gue amati juga lebih memilih cara ini. Menunda bales chat. Padahal ga sibuk-sibuk amat. Rata-rata sih karena alasan personal,  males meladeni orangnya.

Terus si ceklis dua berwarna abu-abu alias Received juga bisa menimbulkan masalah. Biasanya hasil kolaborasi sama Last Seen. Contoh kasus: si B mengirim pesan ke si C pada pukul 08.00 dan udah sampai, ditandai ceklis dua abu-abu tadi. Pada pukul 10.00, si B mengecek kembali WhatsApp karena si C tak kunjung membalas. SI B lalu merasa terperanjat karena melihat Last Seen si C ada di pukul 09.53, tapi pesan darinya belum dibaca. Mereka berdua lalu perang dingin sampai akhirnya Dajjal bisa memproduksi roti dari gandum yang abis dipanen.

Menurut gue sih kelakuan si C emang cemen. Harusnya kalo udah buka WhatsApp dan lihat ada chat masuk ya dibaca aja. Urusan mau dibales kapan itu soal belakangan. Daripada kejadian kayak di atas. Kesannya kayak mencari-cari masalah. Dan terlihat dari kejauhan Dajjal mulai memasarkan produk rotinya lewat grup WhatsApp.

Sedikit tips dari gue, kalo emang urusannya penting dan butuh respon cepat, lebih baik telepon. Apa yang ingin kita sampaikan, langsung bisa dibicarakan sama orangnya. Tanpa penundaan. Tanpa drama. Lagipula menelepon bisa meminimalkan risiko salah paham. Karena intonasi kita bisa terdengar. Bakal lebih jelas apa yang kita maksud. Dibanding lewat teks, kadang apa yang kita maksud ditangkap berbeda sama orang lain. Mau bercanda malah dianggap serius. Mau serius malah dibercandain. Aelah.

Ya kira-kira begitulah hasil observasi gue. Intinya aplikasi atau teknologi apapun jika berkaitan dengan interaksi antar manusia, bisa berujung pada drama. Buat penutup, gue akan mengutip suatu ucapan dari salah satu tokoh dunia.

“Kurang-kurangilah dramanya, Sob.”- Dajjal, pengusaha roti gandum organik.


Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment