Jum’at, 28 Agustus 2015
Gue melirik ke arah jam dinding yang tergantung di kamar. Jarum pendek sudah menunjuk ke arah angka dua sekarang. Tanpa pikir panjang, gue bergegas berganti pakaian rumah dengan pakaian yang lebih pantas. Pilihan jatuh pada kemeja lengan panjang kesayangan gue, walau sebenarnya cuaca sore itu sedang panas-panasnya.
Selesai urusan persiapan diri, gue sempatkan untuk mengintip event yang akan didatangi melalui live streaming di Youtube. Keyword yang gue masukkan adalah “Wisuda UI 2015”.
photo by @sayaderri |
Yap, gue akan menghadiri acara yang paling ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa; wisuda. Kabar buruknya adalah peran gue sekarang bukan sebagai salah seorang wisudawan, melainkan hanya sebagai orang yang menghadiri wisuda teman-temannya. Target utama jelas si Bos Onta. Beberapa teman yang lain ngga gue niatkan buat ketemu, mengingat pengalaman wisuda sebelumnya yang sangat ramai.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore sekarang. Gue lalu bersiap untuk berangkat. Berhubung gue mendukung penuh gerakan ramah lingkungan, maka gue memutuskan buat menumpang angkot sampai ke tujuan. Dan memilih spot favorit gue untuk duduk, bangku penumpang sebelah supir.
Angkot lalu melaju dengan kecepatan fluktuatif sekehendak sang supir. Baru beberapa menit gue mulai merasa kepanasan dan memutuskan untuk menggulung lengan kemeja gue. Ternyata kondisi dalam angkot lumayan panas juga. Asli lah, kalau bukan untuk menghormati Bos Onta, gue juga ogah panas-panas gini pakai kemeja.
Untungnya perjalanan kali ini terhitung lancar. Tak terasa gue sudah sampai di halte Pocin seberang Balairung yang menjadi titik temu dengan geng Kuda. Sayang cuma beberapa Kuda yang bisa datang. Tanpa buang waktu, kami lalu bergerak mencari keberadaan Bos Onta.
Setelah sekian waktu menunggu, gue mulai melihat gerombolan wisudawan satu-persatu mulai keluar dari Balairung. Ada sensasi asing yang gue rasakan. Gue sama sekali ga pernah menyangka bakal seperti ini rasanya saat melihat mereka diwisuda duluan.
Yang jelas sangat sulit digambarkan. Di satu sisi gue tentu senang melihat mereka bisa lulus tepat waktu. Namun di sisi lain, gue merasa sedikit nyelekit mengingat seharusnya gue berada di antara mereka sebagai seorang wisudawan. Perasaan senang dan nyelekit tadi sepertinya bersatu membentuk rasa haru. Mungkin.
Setidaknya ini menjadi pengalaman berharga dalam hidup gue. Tidak semua orang berkesempatan mengalami hal ini kan? Gue harap rasa nyelekit ini bisa menjadi motivasi buat gue untuk menjalani sisa masa perkuliahan dengan baik.
Gue dan geng Kuda kemudian bergerilya mencari target utama, Bos Onta. Dia ternyata berdiri tak jauh dari pintu keluar Balairung. Tanpa basa-basi gue langsung menghampiri dia.
Gue beranjak mendekati tubuhnya.
Menatap matanya dalam-dalam.
Mengelus pipinya dengan perlahan.
Kemudian memeluknya dengan erat sambil sesekali mengecup keningnya dengan lembut.
Ya enggak lah.
Bos Onta ternyata sedang menunggu keluarganya yang entah di mana. Jaringan telekomunikasi di sekitar Balairung memang selalu bermasalah tiap kali wisuda. Si Bos Onta pun terlihat kesulitan menghubungi keluarganya. Dia lalu menyuruh kami untuk menuju lapangan rotunda terlebih dulu, kemudian dia akan menyusul. Gue sih setuju aja, karena kan bisa sekalian mencari teman-teman lain yang juga sedang wisuda.
Benar saja, tidak berapa jauh dari posisi ketemu Bos Onta, gue mendapati salah seorang teman wanita gue di Kimia dulu. Secara spontan, gue lantas memberikan ucapan selamat kepadanya disertai sebuah pelukan hangat (dalam khayalan). Lalu disusul teman-teman lain yang juga berasal dari jurusan Kimia. Oh ya, tulisan khusus tentang mereka sudah gue buat beberapa pekan lalu.
Cuplikan:
“Wisuda kapan lo?”
“Kapan nyusul Bro?”
“Kerjain skripsi lah, biar cepet pake toga.”
“Semoga cepet lulus ya!”
Dengan raut wajah yang sangat puas dan gembira. Sebenarnya itu merupakan reaksi paling standar yang diberikan dari wisudawan kepada orang yang belum wisuda kaya gue gini. Berhubung suasana hati gue lagi bergejolak, gue merasa tingkah laku mereka itu sangat menyebalkan.
Tapi mau gimana lagi? Ini adalah hari besar dalam hidup mereka. Wajar jika mereka begitu lepas dan ceria. Gue ngga mungkin melarang orang untuk bergembira di hari besarnya. Gue bisa apa selain ikut bahagia dengan pencapaian mereka?
Setelahnya kami disibukkan dengan misi pencarian Bos Onta (lagi) karena selepas bertemu dengan keluarganya dia pergi entah ke mana. Lapangan rotunda yang berbentuk lingkaran sudah kami kelilingi, namun nihil. Usut punya usut ternyata dia sedang berada di Masjid. Kami lalu menentukan satu tempat sebagai titik temu. Tak lama berselang, kemudian dia datang menampakkan batang. Hidungnya.
Sesi foto bersama dia lalu dilakukan. Kali ini tidak ada lagi perasaan nyelekit. Gue sudah sepenuhnya bisa menerima kondisi ini. Ga mungkin juga lah kalo gue ga ikut bahagia atas kelulusannya.
bahkan outfit gue senada sama toga yang dia pakai photo by Bos Onta |
Sudah bisa ditebak, sebagian besar mereka tetap terlihat pangling dengan penampilan gue, seperti yang pernah gue bahas di sini. Lagi, acara foto-foto. Cukup banyak gambar yang diambil pada waktu itu. Sebagian besar berada di kamera dan ponsel mereka. Dan gue terlalu malas untuk memintanya, bahkan untuk melihatnya saja tidak terpikir.
Lepas dari acara reuni dadakan, gue mengedarkan pandangan ke sekeliling. Orang-orang terlihat beranjak pergi meninggalkan tempat acara. Langit juga sudah mulai gelap tanda malam akan segera datang. Gue memutuskan untuk menyudahi perkelanaan gue di sini.
Gue berjalan melewati kumpulan wisudawan yang sedang berbahagia. Dalam hati gue terus mendoakan agar semua orang yang diwisuda hari ini dapat diberi kemudahan dalam hidup. Dan berharap apapun fase kehidupan yang dihadapi setelah ini, semoga menjadi langkah maju dalam mencapai masa depan yang lebih baik.
Semoga.
Gue lalu beranjak pergi.
Bergerak menuju arah pulang melewati sisa-sisa pesta yang baru selesai digelar.
Side Story: Kejantanan yang Terusik
No comments:
Post a Comment