Selama bulan puasa kemarin, gue menerima beberapa undangan buat bukber alias bukber bersama. Lumayan juga, minimal tiap minggu pasti ada aja acara begituan. Dari awal emang gue niatin buat ga menerima semua ajakan bukber. Bukannya apa-apa, kondisi keuangan lagi tipis, ditambah lagi ada beberapa tools yang harus gue beli. Dan acara begituan lumayan costly. Sekali datang minimal harus siap keluar tigapuluh ribuan. Coba dikali 7 ajakan bukber, udah abis dua ratus ribu sendiri. Itu pun udah gue ambil kemungkinan yang paling murah. Perhitungan banget ya? Iya, maklum mahasiswa (kere).
Dari sekian banyak ajakan bukber, pilihan gue mengerucut ke acara bukber bareng temen-temen lama. Pertimbangan gue, pertama karena biayanya terjangkau . Kedua, kami udah lama ga ketemu . Gue emang udah lama banget ga ketemu sama teman-teman sekolah gue. Dan biar ga ribet, acaranya gue bagi jadi acara 'A' sama acara 'B'. Deal ya.
Hari Sabtu gue sempetin datang ke acara A yang berlokasi di rumah salah satu teman. Sampai di sana, gue lihat beberapa teman gue melihat gue dengan pandangan heran. Gue juga jadi heran, ngapain mereka lihat gue dengan pandangan heran? Setelah heran-heranan selama beberapa detik, mereka akhirnya menyapa gue. Usut punya usut, ternyata mereka agak pangling dengan kondisi rambut gue yang mulai liar. Ga terlalu panjang sih, paling cuma sepundak, tapi tetap aja bikin mereka terkesima. Dan komentar mereka ga jauh-jauh dari masalah rambut.
"Wih, udah panjang aja tuh rambut."
"Yaelah, gaya apaan sih lo manjangin rambut."
"Alay lu."
"Iiih, potong tuh rambutnya, jadi kelihatan dekil tau."
"Anjir, jadi kayak Kurt Cobain gini lo."
Gue sedikit terkesan dengan komentar terakhir, terlepas dari dia beneran mau bilang gitu atau cuma basa-basi aja. Walaupun gue lebih senang kalau dibilang mirip Yayan Ruhian. Biar greget.
Kalau di acara A teman-teman gue ga terlalu mempermasalahkan penampilan gue (karena baru setahun juga ga ketemu), lain halnya ketika gue hadir di acara B pada keesokan harinya. Acaranya sendiri diadakan di aula sekolah. Begitu gue sampai di parkiran, gue papasan teman gue yang udah lama banget ga ketemu. Sebut saja si 'W'. Mungkin terakhir ketemu saat perpisahan sekolah tujuh tahun lalu. Dia melihat gue dengan pandangan heran. Gue juga jadi heran, ngapain dia lihat gue dengan pandangan heran? Setelah heran-heranan selama beberapa detik, dia akhirnya menyapa gue. "Eh, lo -(menyebut nama teman gue yang lain)- kan?" Anjir, salah orang nih. Gue cuma bisa senyum-senyum bego sambil mengklarifikasi. Dan si W kelihatan ga percaya gitu kalau ini emang gue.
Setelahnya kami berdua berjalan berdampingan memasuki kompleks sekolah. Di pinggir lapangan gue lihat udah lumayan ramai sama teman-teman gue yang udah duluan datang. Mereka langsung menyapa si W, tapi tidak dengan gue. Mereka melihat gue dengan pandangan heran. Gue juga jadi heran, ngapain mereka lihat gue dengan pandangan heran? Setelah heran-heranan selama beberapa detik, mereka akhirnya bertanya pada si W perihal identitas gue. Si W menjelaskan dengan panjang lebar dan terstruktur mengenai jati diri gue yang sebenarnya. Dan bisa ditebak, berbagai komentar pun keluar dari mulut mereka.
"Kok jadi kurus banget lo sekarang?"
"Woy, badan lo kenapa abis gitu cuy?"
"Diet lu?"
"Buset, abis berapa kilo?"
Sampai komentar yang tidak bermoral, seperti:
"Kayak orang mau mati lu."
"Anjir, abis nge-baks lu?
"Dih, si anjing jadi begini. 'Make' lo ya?"
Bahkan ada teman gue yang sampai harus mengajak gue ke tempat yang lebih terang supaya yakin kalau ini emang beneran gue. Dan selama beberapa saat dia mandang gue sambil geleng-geleng kepala tanda ga percaya. Yap, memang agak sulit buat diterima sih. Terutama kalau mengingat postur gue waktu SMP dulu. Tinggi gue cuma sekitar 168 cm dengan berat 85 kg. Malah waktu itu pernah tembus 90 kg. Kebayang kan besarnya seperti apa.
Mayoritas teman gue di acara B emang teman-teman SMP gue yang udah sekitaran 7 tahun ga ketemu. Maka menurut gue sih wajar aja kalo mereka ga mengenali. Makin sore, teman-teman yang datang makin banyak. Dan rata-rata mereka emang ga kenal gue sama sekali. Jadi gue berinisiatif aja buat salaman sambil memperkenalkan diri ke teman yang baru datang. Ini gila, terasa sangat aneh, gue harus memperkenalkan diri (lagi) ke teman-teman SMP gue.
Dan ternyata ada seorang teman gue yang masih menyimpan foto-foto kami ketika masih bocah dulu. Gue amati foto itu lekat-lekat dan melihat sosok anak bertubuh tinggi besar (untuk ukuran bocah), berwajah bulat, berambut belah tengah dengan pose menggelikan. Ya, itu ternyata foto gue jaman dulu banget. Dan gue makin merasa wajar apabila mereka pangling dengan perubahan gue.
Setelah selesai acara B, lengkap dengan sesi nostalgia dan 'ceng-cengan', akhirnya gue kembali ke rumah. Di kamar, gue berhenti agak lama di depan cermin. Gue coba membandingkan kondisi fisik gue sekarang dengan apa yang gue lihat di foto tadi. Sangat drastis. Ibarat ada balon karet yang terisi penuh dengan udara, itulah kondisi gue saat bocah dulu. Dan sekarang ikatan pada balon dilepas yang menyebabkan udara keluar sehingga menyisakan karet balon yang terkulai lemas di lantai.
ilustrasi credit to Dhea |
Gue jadi teringat komentar seorang sosok spesial dalam hidup gue. Kurang lebih waktu itu dia bilang
"Kamu tuh ya, badan makin kurus aja, terus rambutnya gondrong ga jelas gitu, jadi jelek tau."
Kalau jelek menurut penafsiran dia adalah ketika kondisi kurus, muka beler, badan letoy, dan rambut gondrong terjadi secara bersamaan, maka gue jelek. Gue akui itu. Setidaknya untuk saat ini.
Wassalam.
Depok, 14 Juli 2015
No comments:
Post a Comment