Hari ini, tepatnya tanggal 10 Mei, telah disepakati sebagai Hari Lupus Sedunia (World Lupus Day).
Sekadar pengingat, lupus merupakan sebuah penyakit yang berkaitan erat dengan sistem kekebalan tubuh. Secara sederhana, penyakit ini membuat tubuh kita bermasalah akibat ‘diserang’ oleh sistem kekebalan tubuh kita sendiri. Bagian yang dominan ‘diserang’ adalah organ-organ dalam, seperti paru-paru, jantung, otak, ginjal, dan lainnya.
Lupus kerap kali disebut sebagai ‘penyakit seribu wajah’. Itu karena lupus memiliki banyak gejala, tergantung dari organ yang diserangnya. Jika menyerang jantung, maka pasien akan dicurigai terkena penyakit jantung. Pun jika menyerang organ lainnya. Padahal apa yang sebenarnya terjadi bisa lebih kompleks dari ‘cuma penyakit jantung’ atau ‘cuma penyakit paru-paru’. Karena lupus merupakan penyakit sistemik.
Maka terkadang kondisi odapus (orang dengan penyakit lupus) berbeda satu dengan lainnya. Banyaknya gejala yang timbul membuat penyakit ini sukar dikenali lewat pemeriksaan biasa. Harus melalui rangkaian test kesehatan khusus.
sumber |
Begitulah kiranya sekilas info perihal penyakit lupus.
Delapan tahun lalu, tepatnya saat SMP, saya sempat didiagnosa menderita penyakit ini. Sebuah kenyataan yang anehnya tidak membuat saya terkejut atau sedih. Kala itu saya hanya cengengesan saja mendengar vonis dari dokter. Entahlah, mungkin ada bagian dari otak saya yang sudah diserang.
Selepas itu, saya resmi menjalani hari-hari sebagai odapus. Relatif tidak ada yang berubah di kehidupan saya. Kalaupun ada yang terganggu, mungkin hanya mobilitas saja. Karena memang penyakit ini membuat persendian saya sedikit terbatas pergerakannya. Di luar itu, semua berjalan baik.
Oh ya, selain mobilitas, berat badan saya juga lumayan susut cukup jauh. Sedikit menguntungkan bagi saya yang konsisten bertubuh gempal sejak kecil. Perubahan ini membuat orang di sekitar saya sedikit menaruh perhatian. Dan berbekal obrolan mengenai menyusutnya tubuh saya, mereka jadi mendapatkan informasi tentang penyakit lupus.
Semenjak itu, saya jadi identik dengan lupus. Ibaratnya, ingat lupus berarti ingat saya. Karena saya cukup yakin di lingkup pergaulan mereka, tidak banyak orang dengan penyakit lupus. Mungkin saya satu-satunya. Keidentikan ini membuat pembicaraan tentang lupus kadang tak terhindarkan. Jika mereka mendengar atau membaca info soal lupus, maka pasti akan langsung memberitahu saya.
Ya setidaknya hal tersebut menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli. Bukan sekadar basa-basi.
Status odapus saya bertahan cukup lama. Sampai akhirnya di tahun 2010, seorang dokter menaruh curiga atas keadaan tubuh saya. Menurut sang dokter, saya ‘terlalu sehat’ sebagai pengidap lupus. Maka beliau menganjurkan agar saya melakukan serangkaian tes lanjutan. Benar saja, melalui tes itu, saya diketahui mengidap rheumatoid arthritis. Bukan lupus.
Seperti yang saya singgung di atas, penyakit lupus adalah penyakit seribu wajah. Gejala yang saya alami memang terjadi di beberapa kasus lupus. Oleh karena itu, sang dokter awalnya mengira saya terserang lupus, padahal tidak.
Kini, enam tahun sudah berlalu sejak saya melepas status odapus. Namun tetap saja orang di sekitar belum move on dari keidentikan saya dan lupus. Sebagian besar dari mereka tetap menganggap saya sebagai pengidap lupus.
Saya pribadi tidak keberatan sama sekali. Toh, kedua penyakit ini memang disebabkan oleh ketidak normalan sistem kekebalan tubuh. Justru dari sana saya bisa mengoreksi kesalahpahaman tadi. Pelan-pelan saya jelaskan bahwa sebetulnya saya terkena rheumatoid arthritis. Bukan lupus.
Namun demikian, saya tetap membuka diri jika ada yang mau sharing seputar penyakit lupus. Mengingat gejalanya yang cenderung mirip. Sebab lewat berbagi cerita, minimal kita merasa tidak sendiri. Ini jelas membantu untuk mengurangi beban mental yang tercipta.
Terlebih bagi siapapun yang baru saja terdiagnosa lupus. Awalnya tentulah terasa berat. Wajar. Lupus sudah terlanjur dianggap terlalu mengerikan. Hingga ketika divonis menderita lupus, sebagian odapus mungkin akan merasa ketakutan. Atau malah kecewa dan putus asa. Tidak apa-apa, biarkan saja. Memang seperti itu alurnya.
Tapi itu hanya sementara. Kelak semua perasaan buruk itu perlahan akan menghilang. Berganti dengan proses penerimaan. Lalu lambat laun akan berganti lagi menjadi sebuah keikhlasan. Kalau tidak percaya silakan tanya pada setiap survivor lupus. Semua fase tadi tentu pernah dialami dan akhirnya terlewati.
Sebab semua badai pasti berlalu.
Dan sebagai penutup, izinkan saya mengucapkan selamat kepada teman-teman odapus di luar sana. Selamat karena kalian telah berjuang sejauh ini. Selamat sebab kalian memutuskan tidak menyerah. Selamat untuk ketabahan dan keyakinan yang terus tertanam.
Selamat hari lupus sedunia!
No comments:
Post a Comment