Hanya dalam hitungan beberapa jam ke depan kita akan segera menyambut tahun yang baru. Ngga berasa ya? Rasanya baru kemarin kita merayakan pergantian tahun, tau-tau sekarang udah mau ganti lagi aja. Entahlah, apa cuma gue atau semua orang juga mengalami hal yang sama. Tapi kayaknya seiring bertambahnya umur, pergantian tahun pun makin terasa begitu cepat.
Dan yang bikin gue makin berasa ‘dewasa’ adalah ketika gue menyadari bahwa di tahun depan dedek-dedek kita yang lahir di tahun 2000 udah pada bisa punya KTP.
Tahun 2000-an sendiri (tanpa sadar) selalu gue jadikan patokan pas lagi mengingat suatu kejadian di masa lampau. Jadi misalnya ada orang yang bilang “Kejadiannya sih sekitar 20 tahun lalu”, maka otak gue bakal langsung membayangkan bahwa kejadian itu terjadi di tahun 1980. Bukan di tahun 1996.
Dan yang bikin gue makin berasa ‘dewasa’ adalah ketika gue menyadari bahwa di tahun depan dedek-dedek kita yang lahir di tahun 2000 udah pada bisa punya KTP.
Tahun 2000-an sendiri (tanpa sadar) selalu gue jadikan patokan pas lagi mengingat suatu kejadian di masa lampau. Jadi misalnya ada orang yang bilang “Kejadiannya sih sekitar 20 tahun lalu”, maka otak gue bakal langsung membayangkan bahwa kejadian itu terjadi di tahun 1980. Bukan di tahun 1996.
Pun kebalikannya. Misalkan ada orang yang bilang “Kejadiannya di tahun 1980”, maka otak gue menganggap itu terjadi dua puluh tahun lalu. Padahal seharusnya kan 36 tahun yang lalu.
Ini juga yang membuat gue merasa punya persepsi aneh sama setiap mahasiswa baru di kampus gue. Soalnya tiap anak yang gue liat profilnya rata-rata adalah kelahiran tahun 1997. Wtf, Men. Di bayangan gue, orang-orang kelahiran tahun 1997 adalah sekumpulan bocah yang masih duduk di tingkat SD atau paling ngga SMP lah. Bukan mahasiswa.
Padahal tahun kelahiran gue juga sebenarnya ngga jauh-jauh amat dari mereka. Paling beda empat tahun doang. Tapi ngga tau kenapa gue selalu menganggap mereka semua masih anak-anak. Pokoknya menurut gue batasnya itu ada di tahun 1995. DI bawah itu ya gue anggap masih bocah.
Persepsi ini juga, sialnya, gue bawa sampe ke lingkungan tempat tinggal dan keluarga. Bocah-bocah tetangga gue yang dulu masih ingusan sekarang udah pada gede. Sekolahnya pun udah di tingkat SMA, ada yang kuliah, bahkan udah ada yang kerja. Tapi tetap aja, di pikiran gue mereka tetaplah anak-anak yang dulu sering gue isengin.
Gitu juga yang terjadi sama sodara-sodara gue. Mereka yang dulu kecilnya suka rusuh dan petakilan, sekarang udah pada gede-gede dan makin kalem. Ngga keliatan lagi jejak-jejak keberingasannya di masa kecil.
Walaupun tetap aja gue kagok tiap gue tanyain umurnya, mereka menjawab “umurnya 20”, tapi “kelahiran tahun 1996”. Umur 20 jelas udah dewasa menurut gue. Tapi kelahiran tahun 1996? Oh, jelas masih anak-anak kalo dilihat dari “persepsi tahun 2000” tadi.
Fenomena ‘berhenti di tahun 2000’ ini emang soal persepsi doang sih. Tapi menurut gue bakal menarik banget kalo sampe dibahas dari segi keilmuan, semisal dari sisi psikologi atau sains. Gue juga penasaran apakah ada penjelasan ilmiahnya atau ini emang murni karena angka 2000 yang terlalu sering dijadikan patokan?
Tapi apapun penjelasannya, yang pasti gue yakin bahwa gue bukanlah satu-satunya orang yang sering mengalami mis-persepsi ini. Soalnya gue tau, generasi 'matang' kayak lo juga pasti mengalami hal yang sama.
Iya kan?
Iya kan?
No comments:
Post a Comment