Saturday, 2 April 2016

Sakit yang Mengesalkan


daripada sakit hati~
lebih baik sakit di gigi inii~ 
Biar tak mengapa~

Dari petikan lagu dangdut di atas, gue bisa membuat dua kemungkinan. Pertama, kehilangan atau pengkhianatan yang dialami sama si penyanyi emang parah banget, hingga membuat dia sangat depresi. Dan kemungkinan kedua, dia belum pernah sakit gigi.

Kenapa gue bisa bilang begitu? Yap, karena gue baru aja mengalami yang namanya sakit gigi. Dan demi Tuhan, rasanya itu sakit banget. Lebih sakit dari ngeliat gebetan pamer foto mesra bareng pacar barunya. Serius.

Jadi ceritanya, gigi gue yang graham bawah sebelah kanan sempat bolong beberapa tahun lalu. Dan udah ditambal. Semua berjalan baik-baik aja. Sampai pada sebulan kemarin gigi ini kembali berulah. Tambalan yang udah bertahun-tahun ngga gue kontrol, ternyata berlubang dan menyebabkan sakit.

Aaaackk gigiku sakit sekali!
Sakitnya emang datang secara bertahap. Pertama cuma ngilu-ngilu doang. Gue ngga ambil pusing dan tetap beraktivitas seperti biasa. Tapi ngga taunya makin lama sakitnya makin menggila. Dari yang awalnya cuma ngilu-ngilu berubah jadi sensasi kayak disayat-sayat. Terus gusi gue pun perlahan membengkak.

Bengkaknya beneran gede bahkan sampai membuat pipi gue menggembung. Ditambah lagi, sakit yang awalnya terpusat di sekitar gigi, lambat laun menyebar hingga ke kuping dan kepala. Gokil betul. Maka jika ada orang yang lebih memilih sakit gigi daripada sakit hati, bisa dipastikan level sakit hatinya udah tingkat expert.


Padahal sejujurnya, gue adalah orang yang berpengalaman dalam menghadapi rasa sakit. Terhitung sejak SMP entah berapa kali ‘kesakitan’ datang silih berganti. Namun sakit yang ini sungguh mengesalkan. Rasa sakitnya tuh bikin gue frustrasi. 

Kalo misal dulu lutut gue nyeri, gue masih bisa mengurangi sakit dengan memijitnya. Atau pas paru-paru gue terasa sesak, gue bisa melakukan perenggangan dada. Lah sakit gigi? Bagian yang sakitnya aja ngga jelas ada di mana.

Giliran gue mijit rahang, sakitnya pindah ke kepala. Gue mengurut kepala, sakitnya pindah lagi ke gusi. Gue pijit rahang sekaligus kepala, sakitnya pindah ke kuping bagian dalam. Ngeselin kan?

Belum lagi nafsu makan gue yang menurun drastis gara-gara ini. Jelas. Siapa pula yang kuat mengunyah dengan kondisi gigi nyeri ampun-ampunan. Jadinya selama sakit gigi gue cuma bisa makan bubur doang.

Dan gue baru tau kalo sakit gigi itu bisa datang kapan pun. Ngga cuma pas makan, gue lagi bengong aja tiba-tiba nyut-nyutan. Oh, jangankan pas bengong, lagi asyik-asyiknya tidur pun gue kebangun karena kesakitan. Beneran. 

Jam tiga subuh mendadak gue kebangun gara-gara merasa gusi gue kayak ditusuk-tusuk pake obeng kembang. Plus kepala gue yang berasa pusing sebelah. Dan lantaran frustrasi sama sakitnya, gue sampai jedotin kepala gue ke tembok. Ternyata cukup membuahkan hasil. Kepala gue yang tadinya pusing sebelah, sekarang jadi pusing semuanya.

Karena gue udah lelah sama rasa sakit ini, maka gue cobalah browsing cara menghilangkan sakit gigi. Ada banyak saran obat-obatan yang direkomendasikan. Mayoritas sih menyarankan buat minum the one and only, Ponstan. Tapi gue mikir Ponstan kayaknya terlalu keras. 

Gue lalu mencari alternatif obat lain dan akhirnya pilihan gue jatuh pada Panadol biru alias paracetamol. Lumayan. Sakitnya berkurang jauh dan perlahan hilang. Iya, hilang total dalam tiga hari saja. Luar biasa memang Panadol biru ini.

Namun kebahagiaan gue nyatanya hanya bertahan sebentar. 

Seminggu lalu, gigi sialan ini kembali berulah. Dengan rasa sakit yang sama. Sakit yang mengesalkan. Walau sekarang gue mulai terbiasa sama sakitnya, tapi tetap ada yang mengganjal di pikiran gue. Kok frekuensi kambuhnya cepat banget? Masa iya selisih dua minggu aja sakitnya kambuh lagi? Pasti ada yang ngga beres nih.

Karena penasaran, gue memutuskan buat berkonsultasi ke dokter gigi. Ini merupakan pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, gue kembali ke sini. Si dokter pun menyambut gue dengan senyum pepsodent-nya. Seolah berkata 'lu olang ga salah pilih doktel gigi ha, ni liat gigi owe'.

Sebelum diperiksa, gue curhat dulu tentang kronologisnya sama si dokter. Dia menyimak penuh minat sambil menuliskan catatan di kartu rekam medik gue. Setelah merasa cukup, si dokter lalu menyilakan gue duduk di kursi pasien dokter gigi yang super keren itu. Terus mulailah dia mengobok-obok mulut gue.

“Wah udah bengkak ya ini, Mas.” 

Entah dia memberikan pertanyaan atau pernyataan. Karena mulut gue lagi diobok-obok, gue nggak bisa menjawab dan cuma bisa mengangguk cepat.

“Kalo udah begini ya harus dicabut.” ujar si dokter sambil mengeluarkan alat pemeriksaan dari mulut gue.

“HAH?!” gue tersentak.

“Iya, takutnya nanti kenapa-napa, Mas.”

“Ngga bisa ditambal aja, Dok?” tanya gue. 

Si dokter menggeleng, “Ngga bisa, Mas. Akar giginya udah busuk. Kalo ngga dicabut sekarang, nanti malah makin parah.” 

“Ngga ada cara lain, Dok? Dimatiin akarnya gitu?” gue tetap bersikukuh ngga mau gigi gue dicabut.

“Akarnya emang udah mati, Mas. Udah busuk malah. Mungkin kalo kemarin belum bengkak seperti ini masih bisa ditambal .”

Ya, semua sudah terlambat.

Akar gigi gue terlanjur busuk. Dan menurut si dokter, akar gigi yang membusuk bisa menimbulkan penyakit di kemudian hari. Ibarat makanan basi, mau diangetin sampai berkali-kali, tetap aja berbahaya kalo dimakan. Makanan basi ya memang harus dibuang. Pun dengan gigi, kalo udah busuk ya harus dicabut. Begitulah analogi dari dia.

Oke, abis mendengar penjelasannya, gue sepakat buat dicabut giginya. Tapi ngga bisa saat itu juga, karena kondisinya masih bengkak. Gue dikasih beberapa obat supaya bengkaknya segera kempis. Lalu setelahnya baru bisa dilakukan pencabutan.

Gimana rasanya cabut gigi? Ngga tau. Soalnya pas tulisan ini dibuat, gigi gue belum dicabut. Lagian gue pun masih cari-cari info seputar pencabutan gigi. Mulai dari tatacaranya, untung ruginya, terus tanya-tanya pengalaman orang yang udah pernah dicabut giginya. Sembari menguatkan tekad yang masih setengah-setengah.

Mudah-mudahan sih lancar semuanya.

Doakan aku ya~

(PS: Biar ngga disangka melakukan pembodohan publik, gue mau sedikit kasih penjelasan. Jadi obat Panadol biru (paracetamol) itu fungsinya hanya untuk meredakan nyeri aja. BUKAN UNTUK MENYEMBUHKAN. Soal gigi gue yang sembuh setelah minum Panadol, ya emang udah siklusnya seperti itu. Tanpa minum Panadol pun bisa sembuh sendiri. Cuma ya sakitnya bakal ampun-ampunan.

Sekali lagi, Panadol biru alias paracetamol itu fungsinya hanya untuk meredakan nyeri, bukan untuk menyembuhkan penyakit.)

Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment