Friday, 29 April 2016

Penebar Kontroversi


Halo sobat internet, apa kabar?

Semoga ente semua baik-baik aja ya.

Oke, sebelum mulai, izinkan ane memperkenalkan diri dulu yak. Nama ane Jeki. Biasa dipanggil Jeki. Kerjaan ane sehari-hari adalah jualan sampah. Bukan, ane bukan seorang pemulung. Rasa-rasanya pekerjaan mereka lebih mulia daripada ane. Terus kalo bukan pemulung, apa dong?

Sebentar, kita flashback sejenak ke tiga tahun yang lalu. Waktu itu kondisi keuangan ane lagi tiris-tirisnya. Istilahnya, mau makan aja sulit. Nah, suatu hari, tanpa sengaja ane ketemu sama seorang teman lama ane. Teman satu SMK, tepatnya. Sedikit soal teman ane, dulunya nih ya, teman ane ini termasuk orang yang sedikit berkekurangan. Bajunya aja itu-itu melulu. Tapi pas waktu itu ketemu, kok ya dandanannya keliatan lebih keren. 

Lalu mulailah ane ngobrol ngalor ngidul sama dia. Penasaran, ane tanya-tanya tuh soal kerjaan dia. Ternyata dia dapet duit banyak dari hasil mainan sosial media. Lah kok bisa? Waktu dia ngejelasin sih ane masih agak kurang ngerti. Terus ane bilang kalo ane bakal ke rumahnya nanti buat nanya-nanya lebih lanjut.

Singkat cerita, abis dijelasin sampe ngerti, ane mulai mengikuti jejak teman ane itu. Masih penasaran sama kerjaan ane? Nih biar ane kasih tau. Ane bekerja sebagai admin beberapa akun di sosial media. Mulai dari Facebook, Twitter, sampai Instagram. Dan kerjaan ane gampang. Cuma bikin dan nyebarin berita atau isu-isu yang lagi hangat. Kadang ane tambahin ‘bumbu’ biar lebih sedap. Kadang ‘bumbu’nya sedikit, kadang banyak. Malah kadang isinya kosong, alias berita yang ane karang-karang sendiri. Yap, inilah ‘jualan sampah’ yang ane maksud. Terdengar hina ya?




Tuesday, 19 April 2016

Obrolan Sampah : Berbeda


“Coy, lagi sibuk ngga?”

“Ngga juga, Sob. Kenapa?”

“Gue mau cerita, boleh?”

“Boleh. Waktu dan tempat dipersilakan.”

“Jadi gini…”

“Ya?”

“Anjir, gue bingung nih mulai darimana.”

“Lah apalagi gue. Yaudah, coba dari yang menurut lo paling ganjel aja.”

“Hmm gue coba ya. Jadi gini Coy, gue kan udah tua…”

“Iya sih, keliatan jelas dari kumis sama jenggot tolol lo itu.”

“Ah, tai. Gue belom selesai ngomong nih. Jangan dipotong dulu kenapa sih?!”

Friday, 15 April 2016

Selembar Asa yang Hilang


Gumpalan awan hitam masih tampak menggantung di langit. Disertai dengan ribuan titik air yang tumpah membasahi bumi. Dari balik jendela kamar, aku memandang ke arah luar. Berniat melihat hiruk pikuk Jakarta di pagi hari, seperti kebiasaanku di pagi-pagi sebelumnya. Namun yang kudapat hanyalah sepi. Begitu sunyi, gelap, dan kelam. Layaknya sebuah pagi yang dimulai dengan teramat muram.

Semilir angin yang masuk dari sela-sela jendela pun terasa dingin menggigit tulang. Aneh, tak biasanya suhu udara Jakarta dapat sedemikian rendah. Hawa dingin ini mendesakku untuk segera menyeduh secangkir kopi panas. Entahlah, tapi kurasa secangkir kopi dapat memberiku sedikit kehangatan di pagi yang beku ini.

Saat aku baru akan menghirup sesapan pertama, tiba-tiba terdengar suara bel rumahku berbunyi. Tanpa pikir panjang, aku lantas menaruh cangkir kopiku di meja makan dan bergegas keluar untuk menyambut siapapun yang datang. Rasa penasaran mempercepat langkahku menuju halaman. Sebab jarang sekali ada orang bertamu ke rumahku sepagi ini.

Setibanya di halaman, aku melihat sebuah sosok sedang berdiri menunggu di balik pagar. Aku tahu tamuku seorang wanita. Terlihat jelas dari pakaian yang dikenakannya; blouse biru muda, rok span hitam, dan high heels. Serta sebuah tas jinjing merah yang tergantung di tangannya. Semua sangat serasi melekat di tubuh tinggi semampainya. Namun wajahnya yang terhalang payung membuatku tak bisa mengenalinya.

“Ya, cari siapa ya, Mbak?” tanyaku pada wanita itu.

“Hai, Dimas.” sapanya sambil sedikit mengangkat payungnya. Membuat wajahnya dapat kulihat. 

Wanita itu.

Saturday, 2 April 2016

Sakit yang Mengesalkan


daripada sakit hati~
lebih baik sakit di gigi inii~ 
Biar tak mengapa~

Dari petikan lagu dangdut di atas, gue bisa membuat dua kemungkinan. Pertama, kehilangan atau pengkhianatan yang dialami sama si penyanyi emang parah banget, hingga membuat dia sangat depresi. Dan kemungkinan kedua, dia belum pernah sakit gigi.

Kenapa gue bisa bilang begitu? Yap, karena gue baru aja mengalami yang namanya sakit gigi. Dan demi Tuhan, rasanya itu sakit banget. Lebih sakit dari ngeliat gebetan pamer foto mesra bareng pacar barunya. Serius.

Jadi ceritanya, gigi gue yang graham bawah sebelah kanan sempat bolong beberapa tahun lalu. Dan udah ditambal. Semua berjalan baik-baik aja. Sampai pada sebulan kemarin gigi ini kembali berulah. Tambalan yang udah bertahun-tahun ngga gue kontrol, ternyata berlubang dan menyebabkan sakit.

Aaaackk gigiku sakit sekali!
Sakitnya emang datang secara bertahap. Pertama cuma ngilu-ngilu doang. Gue ngga ambil pusing dan tetap beraktivitas seperti biasa. Tapi ngga taunya makin lama sakitnya makin menggila. Dari yang awalnya cuma ngilu-ngilu berubah jadi sensasi kayak disayat-sayat. Terus gusi gue pun perlahan membengkak.

Bengkaknya beneran gede bahkan sampai membuat pipi gue menggembung. Ditambah lagi, sakit yang awalnya terpusat di sekitar gigi, lambat laun menyebar hingga ke kuping dan kepala. Gokil betul. Maka jika ada orang yang lebih memilih sakit gigi daripada sakit hati, bisa dipastikan level sakit hatinya udah tingkat expert.