Wednesday, 14 September 2016

Jack Ma dan Geliat Pengusaha Indonesia


Pemerintah Indonesia akan menjadikan Jack Ma sebagai salah satu dewan penasihat kegiatan e-Commerce di Indonesia.

Begitulah kira-kira wacana yang sedang hangat diperbincangkan beberapa hari belakangan ini.

Jack Ma

Sejujurnya saya agak was-was ketika pertama kali mendengar wacana tersebut. Bukannya apa-apa, tapi pasar online di Indonesia memang sudah sejak lama menjadi incaran Alibaba, perusahaan yang berada dibawah kendali Jack Ma. Dengan memberikannya posisi dewan penasihat, sama saja kita mengantarkan daging segar kepada harimau lapar.


Ambisi Alibaba menguasai pasar Indonesia mulai terlihat ketika mereka membeli Lazada pada pertengahan tahun ini. Lewat pembelian Lazada, mereka telah memiliki modal kuat untuk berekspansi ke wilayah Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Karena setidaknya mereka sudah secara otomatis memiliki kantor, gudang, sistem penjualan, dan tentunya data pelanggan.

Data merupakan hal yang sangat berharga dalam dunia bisnis online. Sebab di dalamnya terdapat berbagai macam aspek yang bisa dianalisa guna mengembangkan bisnis. Utamanya adalah masalah demografi, seperti jenis kelamin, rentang usia, dan domisili. Bahkan variabel tadi bisa diperluas dengan menambahkan jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, strata ekonomi, dan lain-lain.

Itu baru data menurut karakteristik konsumen. Belum lagi data penjualan, perilaku pasar, dan masih banyak yang lainnya.

Masalah data ini nyatanya begitu sensitif di kalangan pengusaha berskala besar. Saya sempat mendengar ada seorang pengusaha busana muslim Indonesia yang diberikan tawaran kerjasama untuk memasarkan produknya melalui Alibaba. Namun tanpa diduga, si pengusaha justru menolak mentah-mentah tawaran itu.

Alasannya sederhana, dia tidak mau Alibaba mengetahui data-data perusahaannya. Karena apabila produknya dijual melalui Alibaba, maka secara otomatis data penjualan juga akan didapat oleh pihak Alibaba.

Masalahnya, ketika Alibaba sudah memegang data penjualan -yang meliputi desain, info produk, dan jenis produk mana yang laku dijual- semuanya jadi semakin sulit. Mereka bisa saja membuat tiruan desain busana muslim dari si pengusaha tersebut dan memproduksinya di China secara masif. Lalu menjualnya ke Indonesia dengan harga murah.

Tidak cukup sampai di situ, di sisi lain mereka pun akan mengurangi jumlah ekspor bahan baku tekstil ke Indonesia. Tujuannya tentu saja untuk menghambat proses produksi lokal yang mengambil bahan baku dari China. Akibatnya, harga jual produk lokal pun meningkat.

Sekarang begini, kita dihadapkan pada dua buah produk yang sama persis, baik model maupun kualitasnya. Yang satu produksi dalam negeri tapi harganya mahal. Dan yang satu lagi produksi China dengan harga sangat murah. Sebagai pelanggan, kita sudah pasti akan memilih yang murah kan?

Inilah permasalahan yang umumnya dihadapi pelaku bisnis di Indonesia, terutama UKM. Di saat mereka merintis bisnis dari bawah dan menghabiskan banyak modal, perusahaan raksasa semacam Alibaba dengan gampangnya merusak harga pasar lewat kekuatan bisnisnya.

Sudah terbayang apabila Jack Ma benar-benar ditunjuk sebagai dewan penasihat e-Commerce di Indonesia? Mungkin keadaannya akan semakin kompleks. Saya tidak yakin dia akan mau menerima tawaran ini tanpa ada agenda di baliknya. Ya seminimalnya dia pasti bakal ‘mengarahkan’ pemerintah untuk memudahkan hajat bisnisnya. Entah lewat pembebasan bea masuk, prioritas saat proses bongkar muat, dan semacamnya.

Skenario terburuknya, Jack Ma akan menjadikan Alibaba sebagai pusat perdagangan online di Indonesia. Walaupun sebenarnya itu terdengar hampir mustahil. Tapi, siapa yang tahu?

Sebelum Anda berspekulasi lebih jauh, biar saya berikan klarifikasi sedikit. Saya sama sekali tidak sedikitpun memiliki sentimen negatif kepada Jack Ma. Jika berada di posisinya, saya juga pasti akan melakukan hal serupa. Tapi kekhawatiran saya lebih ditujukan kepada pelaku bisnis online skala kecil di Indonesia. Terlebih yang memproduksi sendiri barang yang dijualnya.

Persaingan langsung dengan perusahaan raksasa semacam Alibaba tentulah hal yang sulit. Berperang tanpa persenjataan mumpuni sudah pasti akan berakhir dengan menyedihkan. Dan kita tentu tidak mau itu terjadi.

Lalu bagaimana kita mempersiapkan ‘senjata’ yang setidaknya dapat menahan gempuran mereka?

Ada beberapa cara yang menurut saya bisa dilakukan. Dan pastinya akan banyak menuntut peran pemerintah.

Yang paling utama adalah masalah edukasi. Pemerintah harus mau mengedukasi pelaku UKM agar dapat menghasilkan produk berkualitas. Berikan pelatihan, perluas wawasan. Produk yang bagus tidak mungkin tercipta dari produsen yang minim pengetahuan.

Edukasi pula mereka cara mematenkan produknya. Juga cara mengurus surat izin usaha ataupun sertifikasi dari lembaga negara semisal BPOM dan MUI. Permudah prosesnya, tekan biayanya. Sebab lewat sertifikasi ini produk mereka tentu memiliki nilai jual lebih di mata konsumen.

Selain itu, pemberian insentif juga perlu dilakukan. Banyak dari pengusaha UKM enggan mengajukan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena suku bunga yang tinggi. Mungkin sudah saatnya penetapan suku bunga KUR dikaji ulang. Jika mungkin, turunkan.

Kemudian langkah selanjutnya adalah membantu para pelaku UKM memasarkan produknya. Masih banyak sebenarnya konsumen potensial yang belum terjangkau karena terhambat masalah pemasaran. Jikapun konsumen dalam negeri sudah jenuh, kita masih bisa mempertimbangkan untuk mengambil pasar Asia Tenggara. Misalnya saja bisnis busana muslim tadi, tentunya pasar Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam masih terbuka lebar. Namun, langkah ini harus dibarengi pula dengan kemudahan proses ekspornya.

Pembangunan industri untuk memproduksi bahan baku mentah juga sebaiknya cepat direalisasikan. Gunanya adalah agar kita dapat mandiri dalam proses produksi. Tidak lagi mengandalkan pihak luar untuk suplai bahan baku. Selain itu, biaya pengiriman pun dapat dipangkas karena tidak lagi mengimpor barang.

Langkah lain bisa dengan memberi subsidi untuk proses distribusi barang, pengadaan internet cepat, dan yang paling ekstrem; buat peraturan untuk membatasi ruang gerak perusahaan asing di Indonesia.

Itu adalah contoh beberapa langkah yang bisa dilakukan (khususnya oleh pemerintah) untuk melindungi para pengusaha lokal kita dari ekspansi perusahaan asing.

Ada yang punya saran lain?

Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment