Wednesday 20 January 2016

Kembali Digunakan



Fashion is not my passion.

Agaknya ungkapan itu cocok buat menggambarkan diri gue. Prinsip gue dalam berpakaian adalah ‘asal jangan telanjang’. Maka jangan heran kalo gue seringkali berpakaian seadanya. Buat gue, kaos oblong dan celana jeans gombrong adalah perpaduan maut. Tingkat kenyamanan yang tercipta sungguh sangat tinggi.

Kaos oblong merupakan pilihan paling ideal buat orang berdarah panas macam gue. Sedangkan jeans gombrong sangat berjasa menunjang pergerakan. Begitu nyaman, adem, dan membebaskan. Oh ya, ditambah dengan sepatu kanvas butut yang udah mengikuti bentuk kaki. Sempurna.


Belum lagi rambut gue sekarang udah menjadi agak liar. Mereka tumbuh dan memanjang secara absurd. Kombinasi kaos oblong, jeans gombrong, sepatu butut, dan rambut gondrong membuat gue terlihat seperti… gembel. Kayaknya, kalo aja gue ketemu Ivan Gunawan dalam kondisi begini, mungkin dia bakal langsung pensiun jadi desainer.

Kegembelan ini ternyata memicu orang di sekitar buat melancarkan protes ke gue. Mereka menuntut agar gue bisa berpenampilan seperti manusia. Anjis, emang selama ini gue dianggap apa? Gorilla berbulu perak? Sembarangan.

Awalnya sih gue ngga begitu peduli sama omongan mereka, tapi lama-lama gerah juga. Abisnya hampir setiap saat gue diteror. Kalo ngga lewat perkataan, gue ditekan melalui perbuatan dan tatapan mereka. Ujung-ujungnya gue ngga tahan juga. “Oke fine! Iya, saya kalah. Saya akan berubah demi kalian. Saya akan berubah!”

Lalu gue berubah.

Titik balik perubahan gue mulai di semester tiga kemarin. Saat itu gue dapat semacam voucher belanja di sebuah toko online. Yang kemudian gue pakai buat beli celana jeans. Tapi kali ini ngga lagi yang gombrong. Gue beli celana jeans slim-fit. *bangga*

Saat pertama gue coba menggunakan celana itu, jujur aja gue merasa aneh banget. Kayak semua bagian celana itu menempel ketat di setiap centi kaki gue. Karena emang gue terbiasa pake celana gombrong kan sebelumnya. Tapi ngga apa, ini semua demi kegaulan yang absolut. Masalah kenyamanan bisa lah di kesampingkan, yang penting gaul (tolonglah, ini kalimat sarkas).

Tanpa gue duga, respon orang-orang malah positif melihat tampilan gue setelah berubah. Padahal gue cuma ganti model celana aja, atasan masih tetep kaos, sepatu masih tetap butut. Gue berpikir kalo gue ganti keseluruhan penampilan bakal lebih asoy nih.

Lalu gue teringat sama koleksi pakaian adek gue di rumah. Soal fashion dia emang jauh lebih beradab. Ukuran pakaian kami juga sama. Belum lagi dia kan masih di asrama selama pendidikan. Otak cemerlang gue berkata bahwa gue harus memanfaatkan kondisi ini. Alhasil, berkat pakaian ‘pinjaman’, penampilan gue berubah jadi lebih gaul dan berkharisma.

Selain pakaian, gue juga lebih mementingkan kebersihan diri. Kalo ini sih udah diajarkan orangtua gue sedari kecil, cuma dulu gue ngga terlalu peduli. Sekarang, gue udah menerapkan mandi dua hari sekali (kalo ada kelas pagi), menggunting kuku tiap minggu, cuci muka pake sabun muka (iya, sebelumnya pake sabun badan), rutin cukuran, dan hal-hal kecil lain.

Mantap, gue merasa jadi ganteng maksimal sekarang.

Sampai akhirnya ada satu kejadian yang mengusik rasa percaya diri gue.

Jadi, beberapa waktu lalu gue lagi ada di angkot buat ke kampus. Karena mau praktikum, maka saat itu gue berpakaian lebih rapi dan wangi dari biasanya. Ngga lupa menguncir rambut gondrong gue biar makin klimis.

Sesaat kemudian naiklah tiga orang cewek ke dalam angkot yang gue tumpangi. Dan mulai memberisiki suasana dengan obrolan heboh mereka. Untungnya kampus gue udah deket, jadi gue ngga harus lama dengerin mereka. Namun, ternyata mereka juga bersiap mau turun. Kayaknya sih kami sekampus. Berhubung gue lelaki gentle, jadinya gue biarkan mereka turun lebih dulu.

Setelah gue turun dan membayar angkot, di gerbang kampus gue ketemu lagi sama tiga orang cewek tadi. Posisi mereka jalan berjejer tiga di depan gue. Jalannya lambat banget, mana sambil ngerumpi lagi. Samar gue bisa mendengar apa isi pembicaraan mereka.

“Eh, cowok yang barusan lumayan juga ya.” kata cewek 1.

“Yang mana? Yang di angkot tadi?” tanya cewek 2.

“Iya” jawab cewek 1.

Fix mereka lagi ngomongin gue nih, karena kan di angkot tadi gue penumpang cowok satu-satunya.

“Iya sih, walau gondrong, tapi lumayan lah.” tambah cewek 2.

Hidung gue mulai kembang kempis saudara-saudara.

“Mana bersih sama wangi lagi. Tadi kan gue di sebelahnya, wanginya enak banget.” kata cewek 2 lagi.

Badan gue berasa enteng banget. Udah mau terbang aja rasanya.

“Eh, tapi tau nggak?” si cewek 3 tiba-tiba ikut nimbrung. “Itu tuh tipe cowok metroseksual gitu.” tambahnya lagi.


Perasaan gue mulai ngga enak nih.

“Emang kenapa kalo metroseksual?” tanya si cewek 2.

“Iih, biasanya kan cowok metroseksual itu gay tau.” kata si cewek 3 lagi.

Taiburung!

“Yah, sayang banget ya, sekalinya ada yang keren malah gay.” ujar si cewek 1.

Taiburung!

Sembari berjalan, dalam hati gue terus mengutuk ucapan si cewek 3. Gue rasa selama ini dia kebanyakan baca majalah bekas. Tolonglah, walau gue berpenampilan rapi, tapi gue masih normal. Ketertarikan gue tetap ke cewek-cewek unyu.

Kayaknya emang lagi apes aja gue saat itu, giliran mau mengubah penampilan jadi lebih bener, malah di kira gay.
Apa-apaan.

Wahai kaos oblong, jeans gombrong, dan sepatu butut, bersiaplah!
Mungkin sudah saatnya kalian kembali digunakan.

Tulisan Lain

No comments:

Post a Comment